BANDUNG – Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, R Yunandar Rukhiadi Eka Perwira mengusulkam pemerintah pusat dan pemerintah daerah supaya bisa manfaatkan anggaran bagi hasil cukai tembakau, sehingga tidak perlu menaikan iuran BPJS.
“Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau itu kan sebenarnya besar sekali, total keseluruhnnya sekitat Rp165 Triliun setahun di APBD dan itu biasanya disalurkan ke Pemda-Pemda,” ucap R Yunandar kepada Jabar Ekspres diruangannya, Jumat (13/3).
Menurutnya, masalah mendasar dalam polemik naik-turunnya iuran BPJS menjadi faktor bengkaknya subsidi yang harus di lakukan oleh APBD dan APBD.
Tabun ini, kata dia, itu sekitar Rp 30 Triliun subsidinya, itu subsidi yang optimal. Tetapi subsidi yang diberikan oleh APBN hanya dialokasikan sekitar setengahnya saja.
“Nah menurut saya dibandingkan dengan subsidi yang cuman Rp 30 Triliun subsidi dengan Rp 165 Trilun ini hasil cukai tembakau itu sangat besar. Jadi tinggal aturannya saja yang menyebutkan,” katanya.
“Misalnya setiap pemerintahan daerah wajib menutup kekurangan subsidi menggunakan dana cukai rokok, selesaikan sebenarnya,” tambahnya.
Disinggung keputusan Mahkama Agung (MA) tentang tidak jadinya kenaikan tarif iuran BPJS, Anggota Dewan dari Fraksi PDIP itu pun mengapresiasi.
“Ya sebenarnya itu kabar baik untuk masyarakat khsuusnya yang termasuk golongan ekonomi kebawah. Karena kan kenaikannya yang golongan kelas 3 gitukan, padahal itu harusnya tidak usah naik, jadi sekarang kembali lagi ke 24ribu,” cetusnya.
Dijelaskannya, kondisi sekarang dari iuran banyak yang menumpuk, nunggang sebenarnya. Namun, maslahnya itu bukan di nilai iurannya tetapi banyak tunggakannya yang harus diselesaikan bagaimana sistemnya oleh BPJS sehingga masalah tunggakan ini tidak menjadi masalah kebebanan besaran iuran.
Yang kedua, sambung dia yaitu masalah dengan rumah sakit yang kebanyakan ternyata tidak sesuia dengan aturan. Sehingga jumlah yang ditagihakan itu ialah lebih banyak menjadi disquit atau menjadi tidak singkron dan akhirnya menjadi banyak tunggakan juga dirumah sakit.
“Nah dua hal ini sebenarnya masalah mendasar yang menurut saya bukan terkait dengan besaran iuran, dan itu juga menjadi faktor bengkaknya subsidi yang halus dilakukan oleh APBD dan APBN,” pungkasnya. (mg1/yan)