JAKARTA – Akhir 2019 lalu, kondisi politik Indonesia masih dilihat oleh sebagian masyarakat stagnan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memprediksi, pada 2020, kondisi politik akan sangat dinamis. Indeks Demokrasi Indonesia memiliki tren terus naik.
Pelaksana Tugas Dirjen Politik dan Pemerintahan Umun Kemendagri, Bahtiar menjelaskan, pendidikan politik masyarakat akan meningkat dengan dilaksanakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Tahun 2020 mendatang. Pilkada dimaksud akan melibatkan sekitar 107 juta pemilih atau 68 persen dari total DPT Pemilu 2019.
“Pilkada serentak akan membuat masyarakat semakin dewasa dalam berpolitik. Akan muncul pertarungan ide dan gagasan di ruang publik maupun parlemen. Ini sebagai bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat,” kata Bahtiar di Jakarta, Kamis (2/1).
Menjelang Pilkada 2020, Bahtiar menegaskan akan ada tiga tantangan besar. Pertama adalah Integritas, profesionalisme dan manajemen tata kelola Pemilu. Di tingkat kecamatan, desa/kelurahan dan di TPS membutuhkan diperkirakan setidaknya tiga juta orang penyelenggara pemilu ad hoc yang tersebar pada 270 daerah yang akan Pilkada.
“Proses rekrutment penyelenggara yang berintegritas menjadi faktor utama dalam menjamin kualitas penyelenggaraan Pemilu. Sehingga kami berharap masyarakat dan pers ikut serta mengawasi jalannya proses tersebut,” bebernya.
Ia juga menyoroti media sosial sebagai potensi sumber konflik. Melihat pengalaman di pelaksanaan Pemilu 2019, Bahtiar meminta masyarakat tidak terprovokasi terhadap konten yang tak jelas sumbernya.
“Penyelenggara Pemilu harus transparan dan menjadikan media sosial sebagai tempat publikasi utama. Sehingga masyarakat dapat menerima informasi secara cepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Bahtiar.
Ketiga, adalah politik identitas sebagai sumber konflik. Bahtiar beranggapan, kontestasi Pilkada merupakan pertandingan antar figur – figur yang memiliki berbagai prestasi dan latar belakang yang beragam. Upaya merebut simpati dan membangun citra diri seringkali menimbulkan fanatisme berlebihan di kalangan pemilih. Fanatisme tersebut jika tidak dikendalikan akan bergeser ke fanatisme suku, agama, ras, profesi, golongan dan lain-lain.