Menurut Soeseno, permainan itu dirancang dengan skenario di mana petani ditakut-takuti bahwa industri ke depan hanya akan mampu menyerap hasil panen mereka dalam jumlah yang jauh lebih sedikit dari biasanya. Industri pun memperlambat pembelian bahan baku dari petani, sehingga petani terpaksa menjual dengan harga lebih murah ketimbang harus menanggung risiko biaya penyimpanan hasil panen terlalu lama.
”Jadi dari biasanya menyerap 2 ton per hari, sekarang hanya 500 kilogram. Pembelian lambat seperti itu membuat petani khawatir harus menanggung biaya penyimpanan, sehingga lebih baik menjual murah daripada menunda penjualan. Di Jawa Barat isu ini tidak banyak berpengaruh, tetapi di Madura sudah membuat harga beli tembakau di tingkat petani turun sampai 20 persen,” pungkasnya. (rus)