JAKARTA – Presiden Joko Widodo disebut-sebut sedang mengutak-atik komposisi calon menteri. Sejumlah parpol mengklaim berhak atas jatah kursi kabinet. Namun, Kepala Negara diharapkan memperbanyak menteri dari kalangan profesional. Hal ini akan beban kerja tidak bercabang ke parpol.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, salah satu keuntungan profesional, akan lebih loyal ke presiden. Sehingga tidak ada tarik menarik politik. Sebelumnya, Presiden Jokowi memberi sinyal porsi untuk menteri dari kalangan profesional 55 persen. Sedangkan kalangan parpol 45 persen.
”Loyalitas profesional akan lebih kepada presiden. Selain itu yang terpenting tidak ada tarik-tarikan politik. Sebab, dia bukan kader,” ujar Siti di Jakarta, Selasa (15/10).
Kabinet ke depan, lanjutnya, harus menyesuaikan dengan kebutuhan Indonesia. Terutama menghadapi tantangan seperti ekonomi global.
”Menteri-menteri yang direkrut harus kompeten dan profesional. Ini penting agar mereka mampu melakukan inovasi-inovasi yang bermanfaat,” jelas Siti. Selain itu, karena tidak ada beban politik, menteri akan fokus melaksanakan tugasnya.
Sementara itu, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan porsi menteri adalah wewenang presiden. Termasuk isu Partai Gerindra akan bergabung dalam pemerintahan.
”Kalau untuk kepentingan bangsa yang lebih besar, apa saja bisa dilakukan,” ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (15/10).
Dia tidak mempermasalahkan rencana koalisi tersebut. Kendati sejumlah partai berencana berkoalisi dengan Kabinet Indonesia Kerja, dia memastikan fungsi check and balance terhadap pemerintah akan tetap berjalan.
Terkait langkah Gerindra tersebut, Direktur Populi Center Usep S Ahyar mengatakan negara yang menganut sistem demokrasi meniscayakan adanya oposisi. Tanpa oposisi, proses check and balances tidak akan berjalan.
”Dalam konteks demokrasi. Harusnya ada oposisi. Tapi bukan sembarangan oposisi. Demokrasi itu harus memiliki oposisi yang kuat dan subtantif. Karena inilah yang nantinya menjadi bagian dari check and balance,” kata kata Usep di Jakarta, Selasa (15/10).
Dia menyoroti beberapa manuver Prabowo dan ketum partai oposisi lainnya yang hendak merapat ke pemerintah. Menurutnya, manuver tersebut soal hitung-hitungan politik.
”Politik itu dinamis. Tapi mungkin keputusan terakhir itu setelah kabinet terbentuk. Namun saya menduga, banyak yang masuk koalisi pemerintah,” paparnya.