BANDUNG – Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Jawa Barat (Jabar) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengadakan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Program SMP-SMA Terintegrasi atau Satu Atap, di Hotel Aston Pasteur, Kamis (3/10).
Selain meningkatkan kualitas, program ini juga sebagai upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengurangi angka siswa putus sekolah, sehingga seluruh anak Jabar mendapatkan pendidikan yang merata. Ide program SMP-SMA Negeri terintegrasi ini merupakan yang pertama di Indonesia dan Jabar sebagai pelopor, sehingga program ini difokuskan untuk bisa terlaksana dan bisa menjadi contoh bagi provinsi lainnya.
Acara ini menghadirkan beberapa narasumber, diantaranya adalah Direktur PSMP Kemdikbud, Kasubdit Kesiswaan Dit.PSMA, Anggota BSNP Donny Kesoema, Ketua BAN-SM Jabar Prof.Udin, Dewi Sartika Kadisdik Provinsi Jawa Barat, dan Elih Sudiapermana TAJJ bidang Pendidikan dan Dosen UPI.
Sementara untuk peserta merupakan para Kepala Dinas Pendidikan atau yang mewakili kabupaten/kota di Jawa Barat, Dewan Pendidikan, Kepala KCD dan Pengawas Seklolah.
Gagasan Gubernur Jabar tentang Sekolah Terintegrasi SMP-SMA ini mendapat dukungan positif dari para narasumber sebagai inovasi dalam mendongkrak aksesibilitas dan angka partisipasi.
Dalam diskusi tersebut akan dibuatkan regulasi Daerah dan Komitmen Prov-Kab/Kota, Belajar dari best-practice SD-SMP SATAP yang Sukses, dan akan diagendakan secara sistematis agar TA 2020/2021 program tersebut dapat mulai jalan.
Daerah yang menyatakan kesiapannya terkait program tersebut yaitu Kab. Bandung, Tasik, dan Subang yang mengajukan langsung kesiapannya.
Elih Sudiapermana, selaku TAJJ Bidang Pendidikan mengapresiasi program dan ide SMP-SMA terintegrasi ini dalam rangka pengembangan mutu pendidikan.
”Kita apresiasi diskusi ini. Apalagi dengan hadirnya para narasumber yang sangat kompeten baik dari pusat, dan lembaga independen dalam rangka pengembangan mutu sekolah,” kata elih, disela-sela kegiatan.
Menurutnya, gagasan sekolah terintregitas dengan tujuan percepatan akses pendidikan ini harus direspon dan didukung oleh daerah termasuk kebijakannya.