TASIKMALAYA – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menolak dengan tegas penghapusan pendidikan agama dari mata pelajaran. Hal itu ditegaskan pria yang karib disapa Emil, saat berkunjung ke Universitas Siliwangi Tasikmalaya, beberapa waktu lalu.
Penolakan tersebut sebagai tanggapan setelah adanya pernyataan dari praktisi Pendidikan, Setyono Djuandi Darmono yang sempat menyarankan kepada Presiden Joko Widodo agar meniadakan pendidikan agama di sekolah.
Menurutnya, pendidikan agama merupakan tanggungan orang tua serta guru agama, bukan guru di sekolah. Selain itu Setyo juga memandang pendidikan agama cukup diberikan di sarana peribadatan.
Pernyataan tersebut banyak menuai pertentangan dari berbagai pihak tak terkecuali dari Emil yang dengan tegas akan menolak hal tersebut. Sebab, menurut Emil semua dimensi pembangunan yang dilakukan harus dilandasi sila pertama Pancasila yakni Ketuhanan yang maha Esa.
”Pendidikan agama itu sangat penting,” ujarnya.
Keseriusan penolakan tersebut bukan sebatas keluar dari mulut saja, sebab untuk penolakan itu, orang nomor satu di jawa Barat ini akan segera menyiapkan dan merumuskan Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan dengan pendidikan agama.
”Kita akan buat Perda untuk mendukung pada pendidikan agama diseluruh Jawa Barat,” tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, Perda juga dibuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama di wilayahnya. Dimana perda tersebut nantinya akan menjadi pedoman Pemprov Jabar dalam memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
”Justru kita akan menambah intensitas dan kualitas pendidikan agama. Pendidikan keagamaan perlu mendapat perhatian khusus karena pendidikann agama ini sebagai salah satu cara generasi bangsa untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai agama yang berwawasan luas,” jelasnya.
Oleh karena itu, Pemprov Jabar berkewajiban menjamin terselenggaranya pendidikan agamaan di wilayahnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan.
”Raperda ini meliputi pendidikan formal, non formal, dan informal, lima agama yang diakui di sini (Indonesia) yakni, Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Kong Hu cu,” tandasnya.
Penolakan juga disampaikan, Pengasuh Pondok Pesantren Abdul Jabbar Kabupaten Tasikmalaya, KH. Abdul Hakim. Sebab, dia menilai, penghapusan pelajaran agama tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.