Bandara Pindah Bandung Shock

BANDUNG – Mulai 1 Juli 2019 nanti, ada 12 rute penerbangan yang akan pindah dari Bandara Husein Sastranegara ke Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati. Namun, perpindahan ini memiliki dampat tersendiri bagi Kota Bandung.

Pengamat Ekonomi Universitas Padjajaran (Unpad) Profesor Yayan Satyakti mengatakan, Kota Bandung akan terkena dampak secara langsung pada perpindahan bandara ini. Sebab, selama ini keberadaan Bandara Husein Sastranegara merupakan pintu gerbang Kota Bandung melalui jalur domestik maupu internasional.

Menurutnya, akibat perpindahan ini jumlah penumpang di Bandara Husein Sastranegara akan menurun secara drastis kemudian bagi kota Bandung akan rugi karena akan ada sejumlah pendapatan yang diperoleh menjadi berkurang.

’’Wilayah Bandung pasti akan Descruption atau akan terjadi kontraksi,”kata Yayan dalam sebuah diskusi  Focus Group Discussion bertema “Bandara Kertajati: Era Baru Industri Aviasi di Tanah Pasundan” di Grand Ballroom Hotel Grand Mercure, Jalan Setiabudi, belum lama ini.

Dia menyebutkan, berdasarkan proyeksi pessenger Bandara Husein Sastranegara pada 2023 sebetulnya akan ada 2,3 juta penumpang. Namun, perpindahan ke BIJB Kertajati maka selama 2 tahun akan terjadi pergeseran Leisure Traveller.

’’Kota Bandung akan jadi yang menikmati negatif efek akibat adanya perubahan perpindahan bandara ini,’’kata Yayan.

Kendati begitu, lanjut dia kondisi ini sudah menjadi ketetapan. Sehingga, mau tidak mau harus dipaksakan. Terlebih BIJB Kertajati  adalah pusat pengembangan yang telah diinvestasikan untuk masa datang dan memiliki kepentingan seluruh masyarakat Jawa Barat.

Selain itu, berdasarkan kajian Pendapatan Domestik Bruto (PDRB) Kota Bandung akan mengalami penurunan. Namun tidak signifikan hanya sebesar 0,31%.

Kota Bandung selama dua tahun ke depan akan mengalami Shock akantetapi selama 2 tahun kota Bandung akan bisa menyesuaikan kembali dan bisa recovery.

’’jadi jangan ragu kalau mau dipindahkan jangan besok atau lusa regulasi sekarang tapi harus cepat. Karena kalau ada regulasi pasti akan ada pro dan kontra tapi lama kelamaan pasti akan menerima lagi,’’kata dia.

Yayan menambahkan, pengembangan kawasan sehitiga rebana juga akan menggerus terhadap produktivitas ketahanan pangan jika tidak ada perencanaan matang. Sebab, berdasarkan pemetaan pengembangan industri segitiga rebana akan memakan 52 juta hektar lahan. Sehingga akan ada puluhan juta ton padi hilang.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan