Oman memang kaya minyak. Biar pun produksi minyaknya paling kecil. Hanya 1 juta barel perhari. Dibanding negara Arab sekitarnya tidak ada apa-apanya. Tapi karena menduduknya juga kurang dari 5 juta maka angka itu besar juga. Bisa mencukupi 4/5 APBN-nya. Bandingkan dengan produksi minyak Indonesia yang tinggal 800 ribu barrel/hari. Untuk 250 juta rakyatnya.
Pendapatan lain-lain bagi Oman tidak begitu berarti. Karena itu Oman tidak mengenakan pajak perorangan. Tidak memungut PPN. Pajak perusahaan pun hanya 12 persen.
Itulah negeri Ibadi. Pendapatan perkapitanya sudah 40.000 dolar. Salah satu tertinggi di dunia.
Mata uangnya, Omani Rial, gila-gilaan kuatnya. Lebih kuat dari dolar Amerika. Lebih kuat dari Euro. Satu USD hanya dihargai 30 cent Omani Rial.
Saya cek ke XE.com. Satu Omani Rial ternyata sama dengan Rp 36.500.
Tentu itu tidak ada hubungannya dengan ideologi Islam Ibadi.
Memang ada yang menghubungkan Ibadi itu dengan Khawarij. Kaum yang sangat tercela. Setidaknya menurut pelajaran yang dicekokkan ke saya. Di sekolah madrasah saya. Dalam mata pelajaran tarikh Islam.
Baru setelah kelak terjun ke media saya punya bacaan yang beragam. Termasuk literatur mengenai Khawarij itu.
Bacaan baru itu memberikan gambaran yang berbeda mengenai Khawarij. Lebih positif.
Disebutkan, Khawarij itu muncul di Madinah lantaran justru ingin netral. Tidak mau memihak Khalifah Muawiyah. Sekaligus tidak mau memihak Khalifah Ali.
Pertentangan kedua kubu itu luar biasa sengitnya. Lalu ada kelompok yang gelisah. Mengapa pertentangan itu begitu hebatnya. Padahal sesama sahabat dekat Nabi Muhammad SAW.
Memang ada kelompok di dalam Khawarij yang ekstrim. Memusuhi dua-duanya. Konon sampai membunuhnya. Agar tidak ada lagi pertentangan.
Tapi ada juga kelompok yang moderat. Yang tidak menyukai kedua kubu itu tapi tidak memusuhi mereka.
Ibadi yang ‘terbang’ ke Oman itu adalah kelompok Khawarij yang moderat ini. Setelah tersingkir dari Madinah mereka mengembangkan diri ke Basrah. Satu kota pelabuhan di Iraq. Di Basra pun kemudian terdesak. Akhirnya menyingkir ke Oman. Yang waktu itu dianggap ujung tanah Arab yang terpencil.