Kepala Membesar, Mirna Kesulitan Biaya

NGAMPRAH– Mirna Wati,7 warga Kampung Pasirjati, Desa Citatah, Kecamatan Cipatat, mengalami hyrocephalus atau pembesaran kepala karena penumpukan cairan yang mengakibatkan meningkatnya tekanan pada otak. Penderitaan yang dialami anak tersebut terjadi sejak berusia tiga bulan.

Anak bungsu empat bersaudara dari pasangan suami istri Cucun,45, dan Nyi Adel,42 itu, saat ini hanya bisa terbaring lemas di atas kasur di rumahnya dan tak bisa menjalani aktivitas normal seperti anak-anak lain seusianya

“Lahir mah normal. Cuma pas masuk umur tiga bulan mengalami kejang dan panas. Dari situ kepalanya mulai membesar. Kepala bagian belakangnya lembek dan seperti ada lubang sebuku jari,” ujar Cucun saat ditemui di rumahnya, Kamis (11/4).

Karena pembesaran kepala, Mirna tidak bisa berjalan dan berbicara secara normal. Hanya beberapa patah kata yang bisa diucapkan, seperti bapak, mamah, dan teteh. Selebihnya tidak bisa.

Bukan tak ingin mengobati Mirna secara rutin ke rumah sakit, namun faktor biaya menjadi kendala bagi Cucun dan Ade. Memang sebelumnya Mirna pernah dibawa ke ruma sakit. Bahkan, dokter yang memeriksanya sudah empat kali sempat datang ke rumahnya, untuk memeriksa kondisi Mirna.

“Kata dokter yang datang memeriksa ke rumah, tempurung tengkorak anak saya pecah. Dokternya sudah tidak ke sini lagi, karena saya juga sudah tidak punya biaya yang mencukupi. Pernah di bawa ke tabib juga di Cianjur,” ungkapnya.

Diakui Cucun yang berprofesi sebagai kuli serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu itu, ia dan istrinya sudah berjuang dengan berbagai cara agar anaknya bisa kembali sembuh. Namun, lantaran keterbatasan ekonomi, pengobatan pun akhirnya dihentikan saat Mirna menginjak usia 3 tahun.

“Selama ini ke rumah sakit juga pakai biaya sendiri. Pengobatan terpaksa dihentikan, soalnya kata pihak rumah sakit di Kota Bandung, harus ada uang sebesar Rp 50 juta untuk kesembuhan Mirna,” katanya.

Sementara itu, keluarganya pun belum tersentuh oleh program layanan kesehatan dari Pemerintah Daerah, baik itu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS).

“Pernah mengajukan untuk ikutserta program JKN-KIS ke desa, tapi sudah tiga bulan belum ada tindaklanjut. Harapan terakhir berdoa semoga diberikan kesehatan oleh Allah SWT,” pungkasnya. (drx)

Tinggalkan Balasan