JAKARTA – Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila F Moeloek, mengatakan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjamin pelayanan Kanker secara Komprehensif.
”Pelayanan Kanker ditangani oleh tim terpadu multidisiplin yang mengacu pada standar pelayanan kanker untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien,” terangnya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR RI, di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan Jakarta. Senin (11/03/19)
Lebih jauh, Menkes RI ini menyatakan, untuk pembiayaan kesehatan perlu diperhitungkan aspek sosial, ekonomi dan kemampuan negara, salah satunya melalui perhitungan Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK). “PTK bersifat dinamis dan dilakukan secara terus menerus dengan mempertimbangkan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan Kedokteran serta informasi ilmiah terkini. Hasil PTK dapat menjadi dasar bagi Kementrian Kesehatan dalam mengambil kebijakan,” tandasnya.
Audit Buktikan
Penilaian lain disampaikan oleh, Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK) SS (Pediatrician) yang wakili oleh wakil ketua KPT, Komaryani, menyampaikan evaluasi sistemik terhadap dampak penyebarluasan dan penerapan teknologi kesehatan yang tidaklah lepas dari multidisiplin.
“Ini merupakan proses multidisiplin untuk menilai aspek keamanan, efikasi, efektivitas, ekonomi, sosio-kultural, organisasi-manajerial dan etika teknologi kesehatan,” katanya.
Lanjut Komaryani, dari proses pembelajaran dalam penggunaan obat pihaknya pun mengaku telah melakukan audit dan verifikator untuk mengetahui dimana kendala yang ada di publik dapat ditemukan.
“Audit dan Verifikator diantaranya, indikasi tidak tepat, persyaratan sering tidak terpenuhi, pemberian obat bervariasi. Tulisan sulit dibaca, rekam medis tidak lengkap,” terangnya.
Dari pengalaman negara lain, sambungnya, seperti Taiwan tidak melakukan HTA pada teknologi yang tidak di jamin UHC Negara – negara maju. “Untuk sementara kami akan melakukan hal yang sama,” tukasnya.
Terkait berapa penambahan masa dan kualitas hidup dan berapa biaya diperlukan untuk menambah 1 Qaly, Dirinya menyebut, Perspektif pemberi layanan dan Perspektif sosietal. “Tiap Negara harusnya punya thresold berapa yang dianggap Cost effektive. Bagi yang belum punya, WHO sementara menganjurkan maksimum 3 kali GDP per Kapita,” tandasnya.