Jokowi-JK Tantang Prabowo

”Pernyataan itu harus dibuktikan secara faktual. Tidak boleh menuding adanya angka kebocoran anggaran, tapi tidak bisa membuktikan apa pun,” katanya.

Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi anggaran ini menegaskan, Prabowo hendaknya melengkapi bukti-bukti dan argumentasi untuk menyebutkan ada kebocoran APBN hingga 25 persen.

Selama ini, kata dia, Prabowo Subianto sering melontarkan pernyataan tanpa bukti, sehingga menjadi rumor yang akhirnya menguap begitu saja.

”Begini saja, tanya ke dia (Prabowo, Red) kebocoran APBN, mana bukti dan faktanya? Kalau memang kebocoran keuangan negara, harus ada proses hukum. Siapa pelakunya? Karena angka 25 persen dari APBN adalah jumlah yang signifikan,” tegasnya.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu lantas menyinggung soal laporan keuangan Pemerintah Pusat 2016 dan 2017 yang memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Misbakhun menyebut predikat WTP itu merupakan prestasi tersendiri bagi pemerintahan Presiden Jokowi. ”Capaian WTP itu adalah pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia, sejak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara diberlakukan,” ucap Misbakhun.

Ketua Departemen Pengawasan Pembangunan DPP Partai Golkar itu juga pun meyakini Presiden Jokowi mampu menciptakan pemerintahan yang kredibel. Pemerintahan Presiden Jokowi, kata Misbakhun, selalu berupaya menggunakan anggaran secara transparan dan akuntabel. ”Bahkan penggunaan anggaran di APBN bisa diakses oleh masyarakat,” tuturnya.

Menanggapi tantangan itu, Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno, Muhammad Syafi’i menilai tidak perlu lagi mengungkap data terkait penggelembungan atau mark up dana setiap proyek pemerintahan. Sebab, kata dia, data mark up sudah menjadi rahasia umum.

”Kalau yang soal mark up ini, kalau yang soal mark up ini kayaknya enggak bisa pakai data lagi itu sudah jadi rahasia umum menurut saya,” kata Syafi’i.

Menurut Syafi’i bukti konkret adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). JK, kata dia, pernah mengkritisi biaya pembangunan LRT yang dianggap terlalu tinggi.  ”Sampai-sampai Wakil Presiden memberi komentar pembiayaan LRT yang 1 km itu sampai Rp 500 miliar itu sangat mahal. Jadi kalau dia secara internal yang duduk sebagai wapres sudah berkomentar seperti itu saya kira, emang ini bukan perlu data lagi itu memang sudah menjadi rahasia umum menurut saya,” sambungnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan