NGAMPRAH – PT Ultrajaya Tbk harus mendapatkan kerugian cukup besar mencapai angka Rp 19 miliar akibat aksi mogok kerja pegawainya di tahun lalu. Pihak PT Ultrajaya yang diwakilkan dari Kantor Hukum The Rule, Jogi Nainggolan SH pun menggugat pimpinan unit kerja (PUK) secara hukum dengan nomor perkara 196/Pdt. Sus-PHI/2018/PN.BDG. Terkait kasus ini pada 9 Januari 2019 Majelis Hakim PHI memutuskan 9 poin.
“Kerugian yang kami terima cukup besar dari aksi unjukrasa dan mogok kerja dari para pekerja yang mencapai angka Rp 19 miliar. Maka kami pun menggugat perdata ke PUK dan pengurus PUK-nya. Majelis hakim pun memutuskan menghukum tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp 321 ribu,” katanya di kantor PT Ultrajaya baru-baru ini.
Dia menyatakan, gugatan ini merupakan tindaklanjut dari unjukrasa sekaligus mogok kerja yang dilakukan oleh sejumlah pegawai beberapa bulan lalu. Para pekerja itu, kata Nainggolan, menuntut sekitar enam poin, yakni kembalikan kebijakan perusahaan terkait pensiun, batas usia pensiun sesuai dengan PP 45 tahun 2015, memasukkan usia pensiun ke dalam PKB, mengadakan gathering dengan melibatkan keluarga, jangan ada outsourching di corebusiness (OMS dan CMS), dan jangan ada peraturan perusahaan di atas PKB.
“Dari tuntutan itu kami telah lakukan bipartite dan hasilnya gagal, lalu dilanjutkan ke tripartite juga hasilnya gagal,” ujarnya.
Selanjutnya, Nainggolan menyebutkan pada akhirnya Disnakertrans KBB mengeluarkan beberapa surat anjuran, mulai meminta pengusaha Ultra tetap mempekerjakan pekerja hingga meminta antara pekerja dan pengusaha untuk dapat merundingkan terkait usia pensiun.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari ratusan karyawan PT Ultrajaya saat melakukan aksi mogok kerja lantaran terjadi masalah hubungan industrial, di antaranya perselisihan soal batas usia pensiun.
Aksi tersebut mendapatkan dukungan dari berbagai serikat buruh. Aksi dilakukan dengan menggelar orasi di depan kantor perusahaan, dengan tetap mendapatkan pengawalan dari petugas kepolisian. (drx)