Warga Diminta Membuat Biopori Jumbo

NGAMPRAH – Untuk mencegah genangan air pada musim hujan ini, masyarakat di Kabupaten Bandung Barat diimbau untuk membuat biopori jumbo. Biopori yang dibuat di halaman rumah ini juga bisa dimanfaatkan untuk mengolah sampah organik.

Kepala Bidang Kebersihan pada Dinas Lingkungan Hidup KBB, Maryati mengungkapkan, pihaknya terus menyosialisasikan hal ini kepada masyarakat. “Beberapa warga di Padalarang sudah menerapkan ini di halaman rumah mereka dan ternyata cukup bermanfaat untuk mengurangi genangan air saat hujan,” ujarnya kemarin.

Dia menuturkan, biopori jumbo memiliki diameter lebih besar dari biopori biasa, yakni 30 cm. Fungsinya untuk meningkatkan daya resap air pada tanah, sehingga tidak terjadi banyak genangan di permukaan.

Cara pembuatannya, tanah harus dibor dengan ke dalaman sekitar 2 meter. Lalu, dimasukkan paralon berukuran besar ataupun ember bekas yang telah dilubangi di bagian bawahnya. Pada bagian atasnya diletakkan sampah-sampah organik seperti dedaunan dan sisa sayuran, lalu ditutup dengan tutup lubang resapan air. “Dengan biopori ini, sampah-sampah organik juga bisa masuk dan menjadi kompos. Dengan begitu, sampah rumah tangga bisa diolah sendiri di rumah,” tuturnya.

Dia mengungkapkan, 50 persen sampah yang diproduksi setiap hari merupakan sampah organik, 20 persen nonorganik, dan sisanya residu. Sementara, total sampah per hari di Kabupaten Bandung Barat diperkirakan mencapai 1.000 ton, dengan asumsi setiap orang memproduksi 0,7-0,8 kg sampah per hari.

Pengolahan sampah secara mandiri oleh masyarakat bisa menekan pembuangan sampah ke TPA. “Kami harap ke depan, hanya 30 persen sampah yang dibuang ke TPA. Sisanya dikelola masyarakat baik melalui biopori, TPS 3 R, maupun bank sampah,” ujarnya.

Kepala Dinas LH KBB Apung Hadiat Purwoko juga mengungkapkan, masalah sampah memang tak bisa hanya mengandalkan pemerintah daerah. Sebab, jumlah armada dan personel pengangkut sampah sangat terbatas.

Apalagi, setelah 2020 nanti, TPA regional akan berpindah dari Sarimukti ke Legoknangka. Jika volume sampah tidak ditekan, akan menambah beban anggaran daerah. “Apalagi, tipping fee di Legoknangka lebih besar 8 kali lipat daripada di Sarimukti. Jadi, perlu berbagai upaya dan dukungan masyarakat untuk mengatasi masalah sampah ini,” tandasnya. (drx)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan