Sebelumnya, KPK juga telah memanggil pejabat tinggi Pemprov Jabar terkait dugaan suap perizinan Meikarta. Pejabat yang dipanggil itu yakni mantan Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar.
Usai menjalani pemeriksaan, Deddy mengaku telah mengendus ketidakberesan terhadap proyek Meikarta sejak jauh-jauh hari. Bahkan, pada saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, dirinya telah melaporkan aroma busuk itu ke Presiden Joko Widodo.
”Saya lapor ke Pak Jokowi. Pak ini beberapa penjabat publik udah main bola liar sama Meikarta. Ini faktanya begini. Pak Jokowi bilang ya sudah sesuai aturan dan prosedur. Bukan persetujuan, SK Gubernur Tahun 1993, ya 84,6 bukan 500 hektar,” ungkapnya.
Kendati demikian, Deddy mengaku pernah bertemu dengan perwakilan pengembang Meikarta. Kala itu, pertemuan dilakukan saat dirinya menghadiri rapat. Namun, ia membantah pernah dihubungi oleh CEO Lippo Group, James Riady, terkait proyek tersebut.
Menurut Deddy, rekomendasi tata ruang seharusnya diterbitkan usai BKPRD melaporkan hasil rapat mereka kepada gubernur. Baru, setelahnya, gubernur menyetujui hasil rapat melalui sejumlah pertimbangan.
Akan tetapi, sambungnya, persetujuan tidak hanya cukup datang dari Pemprov Jabar namun juga pemerintah pusat. Sehingga tahapan-tahapan pembangunan tidak melanggar aturan yang berlaku.
”Karena yang namanya tata ruang itu top down. Jadi bukan karena kabupaten merubah lantas bisa dilakukan, tidak. Harus ada persetujuan provinsi dan pusat. Gak bisa suka-suka, karena dampaknya besar andai terjadi bencana soal masalah ruang,” timpalnya.
Hingga saat ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus tersebut. Di antaranya, masing-masing Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen.
Kemudian, tersangka lain yang merupakan pejabat Pemkab Bekasi di antaranya Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M Nahor, Kepala Dinas PMPTSP Dewi Trisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi.
KPK menjelaskan, Neneng Hasanah Yasin diduga menerima dana suap sebesar Rp7 miliar, dari yang dijanjikan Rp13 miliar, dari Billy Sindoro dkk. Dugaan suap tersebut berkaitan dengan izin pembangunan proyek Meikarta seluas 774 hektare.