BANDUNG – Mutu pendidikan di Jawa Barat dipandang belum menggembirakan. Masih jauh dari standar yang diharapkan. Salah satu alasannya, kekurangan infrastruktur penunjang. Alasan itulah yang mendorong Dinas Pendidikan Jawa Barat menghadirkan program Sekolah Jabar Juara (Sejajar) yang diluncurkan Rabu (19/12) hari ini.
Program tersebut merupakan sebuah terobosan percepatan pembangunan pendidikan Jawa Barat. Mendukung visi Gubernur Jabar Ridwan Kamil, agar masyarakat Jabar Juara Lahir Batin. Sekolah Jabar Juara menjadi solusi masalah pendidikan klasik saat ini: jumlah peserta didik tak sebanding jumlah infrastruktur.
Metode pembelajarannya mudah. Lulusan peserta didik SMP yang tidak sekolah karena bekerja, akan didatangi guru ke lokasi tempat siswa beraktivitas.
Tahun ini, Dinas Pendidikan Jawa Barat menargetkan bisa menyerap 39 ribu siswa yang masuk dalam Sekolah Jabar Juara.
Banyak faktor yang mendorong minimnya angka partisipasi tersebut. Untuk diketahui, angka kelulusan Sekolah Dasar hingga saat ini sangat besar. Tapi sayangnya, ketika siswa SD lulus, lulusan tidak semuanya tertampung. Walhasil banyak siswa putus sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Ahmad Hadadi menilai, Dinas Pendidikan Jawa Barat aktif dalam menyisir siswa yang putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah. Padahal, mereka tidak dibebankan biaya pendaftaran alias gratis.
Hadadi mengungkapkan, Sekolah Jabar Juara merupakan upgrade dari SMP terbuka, atau jenjang menengah SMA Terbuka. Untuk SMK, Sekolah Jarak Jauh. Program ini diproritaskan untuk anak yang tidak bisa sekolah pada umumnya. Mulai dari faktor kekurangan biaya, harus bekerja membantu orangtua. Sehingga tidak ada waktu untuk sekolah.
Faktor selanjutnya, geografis karena tidak ada sekolah di dekat rumahnya. Yang tidak kalah penting program ini untuk menampung pelajar dengan aktivitas lain yang menuntut, seperti atlet dan artis.
Dari beberapa yang mampu, kata dia, lebih memilih homeschooling. Secara umum, kata dia, homeschooling memang hampir sama dengan Sekolah Jabar Juara. ”Sekolah Jabar Juara ini sama regular. Yang membedakan hanya pelaksanaannya lebih fleksibel. Bisa belajar di masjid, di madrasah, pondok pesantren dan ruang-ruang yang paling memungkinkan dilakukan kegiatan belajar mengajar,” papar Hadadi.