NGAMPRAH– Ketua Umum Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi), Tirto Kusnadi meminta pemerintah segera membantu pembayaran tunggakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang telah mencapai lebih dari Rp 6 triliun.
“Total tunggakan BPJS Kesehatan ke perusahaan farmasi itu sekitar Rp 6-7 triliun, tapi saat ini yang dibayarkan baru sekitar 6 persen saja,” kata Tirto di RSUD Cililin beberapa waktu lalu.
Tirto menerangkan, perusahaan farmasi tidak menjual langsung obat-obatan ke BPJS Kesehatan. Akan tetapi, ketika BPJS menunggak pembayaran kepada pihak rumah sakit, maka pihak rumah sakit pun akan kesulitan untuk membeli kebutuhan obat ke perusahaan farmasi.
Padahal, menurut dia, kebutuhan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan begitu tinggi. Dengan adanya tunggakan, otomatis telah mempengaruhi kebutuhan akan obat-obatan. Namun demikian, produksi obat mengalami kendala lantaran bahan baku yang tak terbeli.
“Karena tunggakannya pun sudah ada yang mencapai satu tahun. Jika enam bulan saja tidak dibayar, maka perusahaan farmasi sudah kelimpungan untuk memproduksi obat, serta bakal menghambat kelangsungan usaha perusahaan obat-obatan,” bebernya.
Apalagi, lanjut dia, ditambah dengan bahan baku impor yang dipengaruhi oleh nilai tukar dollar. Tirto mengaku, sejauh ini tambahan Rp 5 triliun dari pemerintah kepada BPJS Kesehatan tidak sepenuhnya didistribusikan ke rumah sakit, untuk kemudian dibayarkan ke perusahaan farmasi.
“Mungkin BPJS juga punya prioritas lain untuk dibayarkan. Namun kami juga ingin secepatnya membeli bahan baku obat. Kalau uangnya tidak ada, ya mau bagaimana,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi menyatakan, dirinya akan memberi teguran kepada pemerintah terkait tunggakan ke perusahaan farmasi. Dia menyebutkan, kas masuk BPJS Kesehatan adalah sekitar Rp 70 triliun, sedangkan kas keluarnya Rp 85 triliun.
“Pemerintah wajib turun tangan membantu tunggakan BPJS ini melalui dua cara, yaitu menaikkan premi keanggotaan atau menambah subsidi. Karena kasus kosongnya obat di rumah sakit bukan karena pabrik obat yang tidak mau memberikan obat,” tandasnya. (drx)