Dulu, kata dia, menjadi kepsek tergolong mudah. Sekarang, berbeda. Tidak hanya mengurusi anak menjadi pintar atau tidak, tapi berhubungan dengan banyak orang di luar sekolah. Bersinggungan dengan banyak aturan, undang-undang dan lain-lain. ”Jadi, bekali diri dengan pengetahuan perundang-undangan yang berlaku. Selain pendidikan, tentu soal perlindungan anak hingga tipikor juga perlu diketahui,” tegasnya.
Tidak hanya itu berdasarkan PP nomor 17 tahun 2010 jelas mengatur bahwa Kepala Sekolah adalah manajer berbasis sekolah sebagai penguasa tunggal yang bisa mengeluarkan kebijakan di sekolah. ”Harus bisa menyelesaikan masalah sekolah di sekolah. Jangan cengeng,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PTK) Dinas Pendidikan Kota Bandung, Cucu Saputra mengatakan, peserta keseluruhan yang mendaftarkan diri melalui aplikasi Si Kasep berjumlah 520 orang. Mereka terdiri atas guru TK 17 orang, SD 281 orang dan 222 orang SMP.
Dalam tahap 1, kata dia, seleksi administrasi yang lolos sebanyak 518. Dua orang tidak lolos karena tidak memenuhi syarat dan tidak berhak ikut psikotes.
Dari total 518 orang tersebut, 482 di antaranya berasal dari sekolah negeri. Sedangkan 36 lainnya dari swasta. Sementara itu, dari jenjang pendidikan, sebanyak 333 di antaranya merupakan lulusan S1, sebanyak 183 lainnya S2 dan dua orang S3.
Seleksi dilakukan melalui beberapa tahapan. Sebelum pada tahap akhir yaitu mengikuti pendidikan pelatihan kepala sekolah yang dilakukan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS).
”Untuk saat ini menggunakan sistem gugur. Namun, dalam tes psikologi ini, kami hanya melihat sejauh mana kesiapan mental mereka,” urainya.
Disinggung mengenai berapa banyak kebutuhan kepala sekolah dari seleksi Si Kasek, Cucu menegaskan, tidak ada target khusus. Yang pasti, dia menyiapkan SDM berdasarkan acuan data. Jika 200 orang kepala sekolah jenjang SD pada 2018 hingga 2023 mendatang akan pensiun. ”Makanya, tes ini tidak langsung mengejar kuota,” pungkasnya. (rie)