Kementerian Pendidikan secara berjenjang melombakan para kepala sekolah yang kreatif dan inovatif. Sri Hendrawati, Kepala SDN 166 Ciateul Bandung berhasil meraih juara 1 melalui inovasinya yang diberi nama: Ambu Cantik.
IING IRWANSYAH, Bandung
SRI senang bukan kepalang. Raut wajahnya tampak semringah. Intonasi bicaranya menggebu-gebu. Strategi membangun sekolah yang selama ini diterapkannya berbuah prestasi. Tak tanggung-tanggung, predikat sebagai kepala sekolah terbaik se-Indonesia disematkan padanya.
Kepada Jabar Ekspres, Sri bercerita panjang lebar. Sebab, ia harus melalui berbagai tahapan kegiatan sejak April 2018. Perjalanan panjang. Bertemu dengan para kepala sekolah seantero Indonesia. Saingannya berat-berat.
“Puncak kegiatannya pada 11 hingga 18 Agustus kemarin. Saya merasa lega telah menunaikan amanah dengan baik. Dan hasilnya pun maksimal,” kata Sri.
Ya, lewat strategi Ambu Cantik, Sri berhasil menyabet emas untuk kategori kepala sekolah best practice. Metodologi membangun sekolah yang diambil dari falsafah kearifan lokal, Sunda. Sesuai namanya, Ambu bermakna ibu. Sedangkan cantik, ya cantik. Sehingga diartikan Ibu Cantik. Lantas apa yang menarik dari strategi membangun sekolah seperti itu?
Sri menjelaskan, strateginya dikembangkan berdasarkan nilai-nilai kepemimpinan yang mengakar pada kearifan lokal masyarakat Sunda. Terdapat empat langkah utama dari kebijakan Ambu Cantik. Pertama, mengarahkan sesuai potensi, meningkatkan motivasi, berbuat memberi keteladanan, dan keempat unjuk kerja dan unjuk karya.
“Dalam pelaksanaan keempat langkah itu perlu peran kunci kepala sekolah,” tegasnya.
Sri memaparkan, peranan kepala sekolah tersebut tertuang pada kecermatannya dalam mengambil keputusan. Serta adaptif terhadap perubahan. “Ada juga nyata berbuat demi kemajuan sekolah, dan terus menerus melaksanakan program. Tentu, kepala sekolah juga harus inspiratif dengan inovasinya yang tiada henti. Dan kreatif,” paparnya.
Dia memberikan salah satu contoh nilai kepemimpinan kesundaan. Ketika kepala sekolah mengarahkan dengan falsafah Sunda “teu kenging bentik curuk, balas nunjuk. Capetang balas miwarang” (Hanya bisa menyuruh, tidak mau mengerjakan sendiri, Red). “Itu artinya tidak berbasis instruksi semata, namun kolaboratif,” jelasnya.
Contoh lain ketika memberikan motivasi. Misalnya kata dia dengan menggunakan falsafah: ulah elmu ajug. “Yang artinya kita memberi nasihat, sementara diri kita sendiri masih perlu dinasehati,” pungkasnya.