NGAMPRAH – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tingkat SMP Tahun 2018 akan diterapkan sistem zonasi. Penerimaan siswa baru ini ditentukan oleh nilai Ujian Sekolah Bertandar Nasional (USBN) serta jarak antara sekolah dengan tempat tinggal siswa. “Kami akan terapkan sistem zonasi untuk proses PPDB ini. Semakin jauh tempat tinggal siswa dari sekolah, nilai radiusnya makin kecil dan kecil juga peluangnya untuk diterima di sekolah tersebut,” ujar Kasi Kurikulum Bidang SMP pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat, Dadang Sapardan, di Ngamprah, Kamis (7/6).
Dadang menyebutkan, zonasi diberlakukan untuk 90 persen kuota di setiap sekolah di Bandung Barat. Dari angka tersebut, 5 persen kuota dialokasikan untuk siswa keluarga guru dan 5 persen untuk siswa dari keluarga miskin. Sementara itu, 10 persen kuota nonzonasi berlaku untuk siswa berprestasi serta siswa keluarga TNI/Polri, masing-masing 5 persen
Dikatakannya, khusus untuk pendaftaran nonzonasi, dilaksanakan pada 5-8 Juni ini. Sementara pendaftaran siswa zonasi, akan dilaksanakan pada 2-6 Juli nanti. Menurut Dadang, pihak sekolah nantinya akan menggunakan GPS untuk menghitung jarak antara sekolah dengan tempat tinggal calon siswa.
Semakin dekat jaraknya, semakin besar peluang calon siswa untuk diterima sekolah tersebut. “Nanti setiap jarak ada nilainya. Misal jarak 0-1 km, nilainya 50, 2-3 km nilainya 45, dan seterusnya. Sampai dengan siswa yang ada di luar daerah, itu nilai radiusnya 0,” ujar Dadang.
Dia mengungkapkan, sistem zonasi ini diberlakukan sesuai dengan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentan PPDB pada jenjang TK, SD, SMP, SMA, SMK dan yang sederajat. Pemberlakuan sistem ini tujuannya untuk memeratakan pendidikan di berbagai daerah, sehingga tak ada istilah sekolah favorit dan tidak favorit.
Selain itu, zonasi juga diberlakukan untuk menghindari praktik jual beli kursi siswa di sekolah favorit. Sebab, sering kali orangtua memaksakan anaknya untuk masuk ke sekolah favorit dengan cara pintas. Meski demikian, menurut Dadang, sistem zonasi ini biasanya hanya terasa bagi sekolah-sekolah di wilayah perkotaan, seperti Ngamprah, Padalarang, dan Lembang. “Kalau untuk sekolah-sekolah di daerah, sepertinya zonasi ini tidak berpengaruh. Sebab, mereka biasa menerima siswa asal daerah setempat,” tuturnya.