BANDUNG – Ketersediaan pangan dan stabilitas harga di kota Bandung jelang lebaran dipastikan selalu terjaga dan aman.
Bahkan untuk keamanan kualitas pangan Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung setiap harinya selalu menggunakan mobil labolatorium mini security dengan berkeliling ke pasar modern dan tradisional.
Kepala Dispangtan kota Bandung Elly Wasliah mengatakan, penggunaan labolatorium mini dilakukan untuk memastikan mutu makanan yang di jual di pasar selalu aman dan layak dikonsumsi masyarakat.
“Keamanan sangat penting karena dengan bertambah kebutuhan jelang lebaran kita tingkatkan pemeriksaan, baik itu beras, daging, telur, susu, sayuran, ikan termasuk buah-buahan,”jelas Elly ketika ditemui di Balai Kota kemarin (6/6)
Untuk itu, masyarakat dihimbau untuk tidak raga mengkonsumsi makananan sembako. Baik yang dijual di pasar tradisional maupun di pasar modern. Sebab, kondisi makanan kebutuhan pokok masyarakat dijamin Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS).
Dia menilai, masyarakat Kota Bandung merupakan kota pemasaran terbesar sehingga pemeriksaan dibutuhkan sebagai kontrol untuk menjamin keberadaan makanan yang dijual aman untuk dikonsumsi.
Selain itu, lanjut dia, kebutuhan daging sapi, daging ayam, telur ayam diakui menjelang lebaran mengalami peningkatan signifikan. Hal ini, terlihat dari hasil pengecekan dan laporan dari dua tempt Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Ciroyom dan Cirangrang mengalami peningkatan cukup signifikan dikarenakan permintaan yang tinggi.
’’ Hari biasa pemotongan sapi hanya 80 ekor per hari. Tepai jelang Ramadan puncaknya H-2, H-1 meningkat 303 dan 330 per hari, malah jelang lebaran tahun lalu di H-7 dan puncak H-2, mencapai 586 ekor,’’kata dia.
Untuk itu pada lebaran 2018 ini diperkirakan pemotongan sapi akan mencapai 600 ekor. Sehingga, peningkatan pemotongan hewan sapi untuk memenuhi kebutuhan lebaran kali ini adalah terbesar selama perayaan Idul Fitri.
Elly menegaskan, sesuai instruksi Kapolri dan Palima TNI pada Teleconference lalu jelang lebaran pada
H-7, diprediksi akan terjadi peningkatan harga karena ketersedian dan gangguan distribusi.
Dia menilai, untuk Kota Bandung kemungkinan akan terkena dampaknya. Sebab, 95 persen pasokan kebutuhan poko didatangkan dari luar daerah.