CIMAHI- Untuk memenuhi kebutuhan air bersih pemerintah terus menggenjot rencana pengelolaan air secara mandiri dengan mengubah Unit Pelayanan Teknis (UPT) Air Minum menjadi Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cimahi.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP), Muhamad Nur Kuswandana mengatakan, pada 2017 cakupan pelayanan air bersih baru mencapai 68,24 persen, dengan rincian 76.900 sambungan rumah (SR) dengan jumlah penduduk sebanyak 365 ribu jiwa yang terlayani.
Jumlah tersebut terpenuhi oleh sumber air dari PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung sebanyak 14.500 sambungan rumah, PDAM Tirta Wening Kota Bandung sebanyak 500 sambungan rumah, dan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Air Minum Kota Cimahi sebanyak 1474 sambungan rumah.
’’ Nah masyarakat juga mendapatkan pasokan air bersih dari sumur artesis sebanyak 7.336 sambungan rumah dan swadaya masyarakat berupa sumur dangkal kurang lebih 49.676 sambungan rumah,”jelas Nur kepada wartawan kemarin (21/3)
Pihaknya menargetkan 2020 sudah terbentuk PDAM Kota Cimahi dengan memenuhi sisa 32 persen atau sekitar 200 ribu lebih penduduk yang belum terlayani pasokan air bersih.
Untuk memenuhi seluruh kebutuhan air bersih lanjut dia, pihaknya akan mengelola air dari beberapa sumber, diantaranya sumber air dari Leuwilayung Cimahi Utara dan aliran Sungai Cimahi dengan target menyalurkan air sampai 50 liter perdetik. atau equivalen untuk 5000 sambungan rumah baru.
Nur menjelaskan, saat ini pihaknya sudah menyiapkan Detail Engineering Design (DED) dan tahapan pembebasan lahan untuk sistem pengolahan air di Leuwilayung. Sehingga, nantinya sekitar 32 persen atau sekitar 200 ribu penduduk bisa dipenuhi dari PDAM Cimahi.
Namun, saat ini pihaknya harus memenuhi syarat dengan menambah 3500 sambungan rumah lagi dari ketentuan 5000 sambungan rumah agar UPT bisa menjadi PDAM. Sebab, saat ini baru 1500 sambungan. Sehinggam bila ini terpenuhi sudah tergambar akan ada benefit yang bisa didapat.
Nur menambahkan, untuk perhitungan anggarannya memang dibutuhkan dana cukup besar. Namun biaya ini bisa disiasati secara bertahap terhitung mulai 2019 menelan biaya sebesar Rp 106 miliar, 2020 sebesar Rp 45 Miliar, dan 2021 sekitar Rp 79 miliar.
“Memang biayanya cukup besar. Jadi anggaran sebesar itu diperlukan untuk pengembangan pengolahan air, termasuk membentuk PDAM. Karena kan butuh sistem pengolahan air yang lebih besar lagi,” tuturnya. (ziz/yan)