Kemenkeu Cairkan Dana BOP Rp 433 M

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya mencairkan dana untuk bantuan operasional pendidikan (BOP) senilai Rp 433 miliar. Namun Kemendikbud masih belum memastikan apakah dana tersebut cukup atau tidak.

”Kita masih akan hitung ulang,” ujar Sekretaris Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas) Wartanto kemarin (18/2).

Sebab, lanjut dia, dana itu untuk membantu biaya pendidikan 500 ribu anak putus sekolah (APS) tahun ini. Rata-rata mereka yang merupakan APS tergolong sebagai anak dari keluarga tidak mampu. ”Rp 433 miliar besok dibahas kembali. Tunggu seminggu ini,” katanya. Pekan ini pihaknya bersama Kemenkeu masih rapat untuk membahas sumber anggaran yang dialokasikan untuk BOP.

Sebanyak 500 ribu APS tersebut merupakan penerima program Indonesia pintar (PIP) sejak 2017. Namun, mereka tidak bisa bersekolah lantaran lembaga pendidikan belum menerima BOP. BOP yang dimaksud digunakan untuk sekolah atau pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM). Dengan tidak adanya BOP, lembaga pendidikan tidak bisa menyelenggarakan kegiatan pendidikan atau pelatihan untuk APS. Padahal, pemerintah mencanangkan program wajib belajar bagi seluruh anak Indonesia.

Menurut Wartanto, ada 4 juta anak usia 6-18 tahun yang tidak sekolah. Entah karena putus sekolah atau memang sudah sejak awal tidak bersekolah. Dari jumlah tersebut, menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), hanya 2,9 juta anak yang diketahui nama dan alamatnya. Kemudian baru tersisir untuk mendapatkan PIP baru 500 ribu orang. Untuk memaksimalkan penyisiran, Kemendikbud tidak bekerja sendiri. ”Kerja sama dengan mahasiswa atau babinsa untuk menyisir ke desa-desa,” ungkapnya.

Dari 2,9 juta anak putus sekolah yang diketahui identitasnya itu, pihaknya selalu membujuk. Ada dua tawaran untuk mereka. Pertama adalah kursus yang bisa digunakan untuk kecakapan kerja. Yang kedua adalah dikembalikan ke sekolah atau sekolah kesetaraan.

Dengan dikembalikannya APS untuk mendapatkan pendidikan, harapannya kualitas sumber daya manusia di Indonesia akan merata. Hal itu untuk mendorong generasi yang berkualitas pada saat bonus demografi yang diprediksi terjadi pada 2025 nanti. (lyn/oki/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan