Sulitnya Upaya Penyelamatan Buaya Berkalung Ban di Palu

Di situlah tim penyelamat buaya berkalung ban membagi tugas. Ada yang mengobservasi keberadaan buaya, menyiapkan perangkap, hingga memantau segala postingan di media sosial Palu. Yang terakhir itu perlu dilakukan untuk mencegah datangnya orang-orang ke lokasi terpantaunya si buaya seperti saat operasi hari pertama. Ya, penyebab berduyun-duyunnya warga mendatangi lokasi penyelamatan buaya berkalung ban memang dari media sosial. Salah satu rujukan informasi warga adalah grup Facebook Info Kota Palu.

Masyarakat yang melihat tim bekerja, terutama ketika ada Panji, biasanya langsung mem-posting informasi. Ada pula masyarakat yang rajin stalking akun-akun media sosial Panji. Lalu, menyebarkannya ke akun-akun media sosial terkait Palu. Panji memang sekarang ini sering melakukan monetisasi kegiatannya lewat media sosial. Hal-hal itulah yang lantas membuat orang-orang berdatangan.

Anggota komunitas reptil hingga para karyawan Radar Sulteng (Jawa Pos Group) terus bergantian memantau dan melaporkan informasi yang ada di media sosial. Tak jarang mereka minta admin atau pengelola akun-akun publik untuk menghapus posting-an terkait keberadaan tim penyelamat buaya berkalung ban. ”Saya sudah koordinasi dengan beberapa admin, kalau ada posting-an terkait keberadaan panji dan B3 (buaya berkalung ban) langsung dihapus. Atau diteruskan via japri ke saya,” ujar Gunanta. Hal tersebut memang sedikit membantu. Setidaknya warga tidak berduyun-duyun mendatangi lokasi.

Warga yang berduyun-duyun ke lokasi penyelamatan sebenarnya tidak masalah jika bisa dikendalikan. Tapi, sering kali kegaduhan timbul dari kerumunan warga tersebut. Misalnya, ada yang merangsek mendekati Panji hanya untuk selfie. Atau mencari perhatian dengan menceburkan diri ke sungai. Bahkan, melempar benda ke sekitar buaya. Polisi sebenarnya sudah membantu mengatasi hal itu di lapangan, tapi tetap saja kerumunan warga bikin heboh.

Persoalan itu tak hanya dirasakan Panji dan kawan-kawan. Sebelumnya masalah yang sama dihadapi para relawan penyelamat dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Pada Desember 2016 JAAN pernah melakukan upaya penyelamatan sekitar 12 hari. Beberapa kali percobaan penangkapan buaya berkalung ban juga gagal karena kegaduhan warga. ”Tidak bisa menangkap buaya dengan kegaduhan. Suara yang ditimbulkan warga bisa membuat buaya lari,” kata Sudarno saat dihubungi secara terpisah. Sudarno merupakan ahli buaya dari JAAN yang melakukan operasi penyelamatan di Palu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan