Haru dalam Misa Rasa Indonesia di Kapel Jerusalem

Itu adalah kali kedua paus berbicara di depan publik tentang Jerusalem sejak 6 Desember lalu, saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui wilayah tersebut sebagai ibu kota Israel. Pemuka agama Katolik yang telah berusia 81 tahun itu sebelumnya pernah meminta agar status quo Jerusalem dihormati dan jangan sampai ketegangan baru di Timur Tengah memicu lebih banyak konflik di dunia.

Sayang, kami tak bisa berlama-lama larut dalam kedamaian dan keharuan seusai misa malam Natal itu. Eko Put, pemandu kami dari Jakarta, mengingatkan agar kami bersalaman sembari berjalan meninggalkan kapel bergaya Eropa tersebut.

”Sebab, kapel ini akan digunakan oleh umat yang lain,” ucap Eko.

Di belakang kami memang sudah mengantre rombongan wisatawan Eropa. Menurut Eko, kapel tersebut sudah penuh dipesan dari malam sampai pagi. Tiap jam ada misa yang digelar di sana.

Dari Kapel Notre Dame yang terletak di lantai 2 salah satu hotel di Jerusalem itu, rombongan kami bergerak kembali ke Bethlehem. Kota kelahiran Yesus tersebut terletak di selatan Jerusalem.

Karena Jerusalem berada di bawah wewenang Israel dan Bethlehem dikuasai Palestina, ada pos pemeriksaan di tiap perbatasan. Dua petugas bersenjata senapan tavor siaga di sana.

Untuk rombongan turis, tidak ada pemeriksaan khusus. Petugas hanya naik ke bus dan bercakap-cakap dengan sopir bus. Atau, kadang kala sopir bus yang turun ke pos dan melapor kepada petugas.  Kali ini para penumpang bisa duduk anteng sambil tersenyum. Dan, ada kejutannya pula!

Dua petugas naik ke bus kami. Tapi, yang satu tidak menyandang senapan. Dia justru membawa bungkusan plastik yang isinya warna-warni. ”Shalom. Merry Christmas,” kata lelaki itu, lalu tersenyum.

Salam ala Yahudi tersebut disambut kompak oleh rombongan. Dia lantas memperkenalkan diri sebagai perwakilan dari Kementerian Pariwisata Israel. ”Kami punya bingkisan Natal untuk kalian semua,” katanya dalam bahasa Inggris.

 

Dia lantas membagikan makanan ringan dan permen serta cokelat dalam bungkusan plastik tersebut. Di belakangnya serdadu dengan tavor mengekor. Semua penumpang di bus tersenyum meski tetap tak berani mengabadikan momen itu dengan kamera. Masih trauma dengan ketatnya pemeriksaan di sisi perbatasan Israel saat kami masuk dari perbatasan Palestina.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan