”Pemerintah, apakah sudah action atau belum. Atau advokasi sudah meminta kerjasama dengan pemerintah Kota Cimahi atau belum? Ini lah yang akan disentuh oleh kita. Kami wajib mengingatkan ke bagian hukum Kota Cimahi dan ke advokasi terkait perda ini,” bebernya.
Edi menjelaskan, meski tim advokasi bermitra dengan pemerintah dan nantinya membantu masyarakat kecil, bukan berarti mereka (tim advokasi) tidak dibayar sama sekali tetapi bantuan hukum dengan seluruh biaya pengacara dibebankan APBD.
”Jadi cuma-cuma itu bagi yang dibantunya. Kalau advokasinya tetep dibayar, tapi memang kita minta keringanan pembayaran,” jelasnya.
Edi menuturkan, meski setelah Perda ini disahkan dan ada bantuan hukum bagi masyarakat kecil, namun tetap harus ada klasifikasi kasus. Sebab, seperti kasus narkoba dan korupsi serta tindakan kriminal dengan hukuman di atas lima tahun tak bisa mendapatkan bantuan hukum.
”Kasusnya memang harus diklasifikasi. Tidak serta merta semuanya bisa dibantu. Mengenai tim pengacara yang akan mendampingi, penunjukannya dilakukan pemerintah kota,” tuturnya.
Untuk mekanismenya, Edi mengatakan masyarakat hanya melaporkan kejadian kasus dengan melampirkan data. Lalu menyampaikan ke bagian hukum pemerintah Kota Cimahi. Dari data yang dilaporkan tersebut, maka tim advokasi yang akan menanganinya, sesuai dengan aturan main yang sudah disepakati.
”Jika sudah bermitra dengan pemerintah maka tim advokasi harus langsung action. Namun memang harus ada koordinasi terlebih dahulu antara tim dan pemerintah, sebab tim advokasi tersebut dibawah naungan Pemerintah Kota Cimahi,” katanya.
Edi menegaskan, raperda perlindungan hukum ini harus ditegakkan di Kota Cimahi. Sebab itu merupakan amanat dari Bapemperda kepada eksekutif dan komisi satu sebagai tim yang awal membahas raperda tersebut.
”Raperda ini akan ditindak lanjuti oleh komisi I dan jika NA sudah bisa selesai lebih awal maka akan dimasukkan di triwulan satu. Alhamdulillah usulan ini bisa disepakati dan direspon dengan baik oleh eksekutif,” pungkasnya. (ziz)
