jabarekspres.com, JAKARTA – Praktik jual beli pegawai dan aparatur sipil negara (ASN) bakal lebih mudah terendus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu seiring kerjasama tukar menukar informasi antara lembaga superbodi tersebut dengan Komisi ASN (KASN), yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU), kemarin (16/11).
Informasi yang menjadi prioritas adalah terkait indikasi permainan kotor dalam proses rotasi dan mutasi jabatan yang masih marak dilakukan kepala daerah atau petinggi kementerian serta lembaga.
”Kami akan berikan informasi mengenai kepala daerah mana yang ditengarai melakukan praktik itu (jual beli jabatan, Red),” ujar Ketua KASN Sofian Effendi di gedung KPK.
Sofian menjelaskan, nota kesepahaman tersebut berawal dari masih maraknya transaksi di sistem pengangkatan pegawai dan jabatan. Hasil kajian KASN, nilai transaksi itu mencapai Rp 150 triliun hingga Rp 160 triliun per tahun.
”Ini mencengangkan jumlahnya (transaksi jual beli jabatan, Red),” ungkapnya. Transaksi itu bukan hanya diduga terjadi di daerah, tapi juga di lingkungan pemerintah pusat.
Dia berharap informasi yang disampaikan ke KPK bakal ditindaklanjuti secara serius. Misal, dengan melakukan penyidikan atau setidaknya monitoring ke daerah dan lembaga yang terindikasi melegalkan praktik tersebut. Dengan demikian, cita-cita membangun ASN kelas dunia bisa segera tercapai. ”Karena tidak mungkin kita bisa membangun aparatur yang bersih kalau dalam pengangkatan (ASN) masih ada praktik semacam ini,” tuturnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo menambahkan, selain tukar menukar informasi, kerjasama yang dilakukan adalah penyelenggaraan pelatihan dan pencegahan. Khusus pencegahan, kedua komisi itu bakal mengkaji kebijakan (policy) dan manajemen ASN yang ada saat ini. Kajian itu nanti akan diusulkan ke pemerintah agar bisa segera dintindaklanjuti. ”Mudah-mudahan dalam waktu dekat kerjasama di-follow up dengan kerja-kerja teknis,” terang dia.
Sebagaimana diketahui, beberapa praktik jual beli jabatan pernah dibongkar KPK. Antara lain di Klaten dan Nganjuk. Di dua daerah itu komisi antirasuah berhasil menyeret bupati sebagai tersangka. Modus yang dilakukan kepala daerah tersebut adalah meminta sejumlah uang kepada ASN atau pejabat yang ingin dipindah ke posisi jabatan tertentu. (tyo/rie)