KPK Panggil Setnov Jadi Saksi

jabarekspres.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengirimkan surat panggilan pada Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) untuk menjadi saksi kasus e-KTP dengan tersangka Anang Sugiana Sudihardjo hari ini (13/11). KPK berharap Setnov kali ini menghormati proses hukum dengan memenuhi panggilan jadi saksi pemeriksaan Dirut PT Quadra Solution itu.

”Surat panggilan sudah kami sampaikan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kemarin (12/11).

Harapan KPK itu bukan tanpa alasan. Sebab, sejak ditetapkan sebagai tersangka pertama kali pada 17 Juli lalu, Setnov selalu absen dari panggilan lembaga antirasuah tersebut. ”Penyidik perlu melakukan pemeriksaan intensif,” terangnya.

Tercatat lebih dari 3 kali KPK mengagendakan pemeriksaan Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut. Baik untuk penyidikan Setnov sebagai tersangka pada Juli-September lalu, maupun untuk tersangka Anang. Ada beragam alasan di balik ketidakhadiran Setnov. Mulai sakit, menjalani masa pemulihan, hingga agenda sebagai ketua DPR yang tidak bisa ditinggalkan.

Disinggung soal panggilan KPK hari ini, Setnov yang kemarin meresmikan penutupan atap (topping off) gedung baru DPP Partai Golkar mengaku belum bisa memastikan kehadirannya. ”Kami lihat nanti, sedang dikaji semua berkaitan masalah hukum (di KPK),” kata Setnov didampingi kuasa hukumnya Frederich Yunadi.

Menurut Setnov, dirinya menghormati apa yang sudah diputuskan KPK. Meski begitu, Setnov menegaskan bahwa dirinya tetap fokus pada tugas-tugas sebagai pimpinan dewan dan Ketum Golkar. ”Masalah hukum sudah saya serahkan pada DPP Partai Golkar dan penasehat hukum,” kata politikus yang kemarin berulang tahun ke-62 itu.

Setnov juga menegaskan belum mengambil langkah untuk mengajukan gugatan praperadilan. Menurut dia, semua langkah hukum nanti akan dikaji secara cermat, sebelum pada akhirnya diambil sebuah keputusan. Setnov secara tidak langsung menyinggung putusan praperadilan pertama, di mana saat itu majelis hakim memutuskan bahwa status tersangka dirinya oleh KPK tidak sah.

Yunadi menambahkan, sampai saat ini kliennya masih konsisten dengan aturan main yang berlaku di UU No 17/2014 terkait MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Menurut Yunadi, seorang anggota dewan tidak bisa diperiksa penegak hukum saat sedang menjalankan tugasnya. Jika dikaitkan dengan putusan MK tahun 2014, dijelaskan bahwa izin pemeriksaan terhadap anggota dewan wajib dimintakan kepada Presiden. ”Kalau sekarang kami mendapatkan SPDP dan lain sebagainya, itu jelas melecehkan hukum dan UUD 1945,” kata Yunadi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan