Setnov Bisa Tersangka Lagi

jabarekspres.com, JAKARTA – Angin segar datang untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika hendak mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan jika penetapan kembali bagi tersangka yang menang praperadilan merupakan tindakan yang konstitusional.

Tafsir tersebut disampaikan MK dalam memutus gugatan pasal 83 ayat 1 KUHAP yang diajukan oleh mantan Direktur PT Mobile 8, Anthony Chandra Kartawiria di Gedung MK, Jakarta, kemarin (10/10). Dalam gugatannya, dia mempersoalkan tafsir yang memberi ruang diterbitkannya sprindik baru meski sudah dinyatakan batal dalam putusan praperadilan.

Dalam perjelasannya, Anthony merasa tidak memiliki kepastian hukum jika sprindik baru terus dikeluarkan lembaga penegak hukum pasca adanya putusan pengadilan. Dia menilai, penegak hukum seolah tidak menghormati putusan praperadilan yang menyatakan penetapan tersangka tidak sah.

Namun dalam pertimbangan hukumnya, Hakim MK Manahan Sitompul menjelaskan, jika praperadilan hanyalah bentuk pengawasan terhadap prosedur penanganan tersangka. Dengan demikian, pengawasan tersebut lebih menitikberatkan pada sesuai atau tidak tata cara yang digunakan penegak hukum.

”Sehingga pelaksanaanya, pada hakikatnya tidak boleh mengganggu bahkan menghentikan proses penanganan perkara pokoknya,” ujarnya di Gedung MK, Jakarta.

Oleh karenanya, lanjut Manahan, seorang tersangka yang telah dibatalkan penetapannya oleh hakim prapreadilan, masih dapat dilakukan penyidikan baru. Dengan catatan, harus menggunakan tara cara yang benar. ”Sepanjang prosedur penyidikan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka penyidikan baru tetap dapat dilakukan,” imbuhnya.

Terkait kekhawatiran pemohon jika sprindik baru dikeluarkan dengan tujuan tertentu, mahkamah menilai fenomena tersebut bukanlah problem konstitusionalitas pasal tersebut. Namun permasalahan implementasi yang disalahgunakan oleh penegak hukum.

Dalam penjelasannya kemarin, MK juga menegaskan jika dua alat bukti yang sudah digunakan pada penyidikan sebelumnya tetap bisa digunakan. Sebab bisa saja, alat bukti yang ditolak saat praperadilan lebih disebabkan oleh formalitas belaka, dan telah dipenuhi secara substansial oleh penyidik pada penyidikan yang baru.

Namun, Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin itu mengingatkan, perbaikan alat bukti yang dilakukan penegak hukum tidakah formalitas belaka. Melainkan harus diperbaharui sehingga menjadi alat bukti yang lebih valid dan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan