jabarekspres.com, JAKARTA – Fenomena astronomi berjuluk Equinox terjadi di Indonesia pada 22-23 September 2017. Fenomena ini muncul ketika gerak semu matahari persis di atas garis khatulistiwa. Kabar bahwa fenomena ini bakal menghadirkan suhu panas yang ekstrem ternyata tidak terbukti.
Kepala Bagian Humas BMKG Harry Tirto Djatmiko di Jakarta kemarin menuturkan, dalam beberapa hari terakhir hari terakhir (22-23/9) tidak ada perubahan suhu yang signifikan. ’’Meskipun Indonesia mengalami fenomena astronomi Equinox,’’ tuturnya.
Merujuk peta suhu maksimum BMKG, suhu maksimum yang dilaporkan Stasiun Meteorologi Jatiwangi (Majalengka) mencapai 36,6 derajat celcius. Kemudian Stasiun Meteorologi Maritim Perak II Surabaya melaporkan suhu maksimum 35,6 derajat celcius, Stasiun Meterologi Radin Inten II Lampung (35,4 derajat celcius), dan di Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang (35,2 derajat celcius).
Harry menuturkan secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab atau basa. Beberapa wilayah Indonesia bahkan saat ini sedang memasuki musim transisi dari kemarau ke hujan atau masa pancaroba.
Salah satu gejala musim pancaroba adalah suhu yang jauh lebih panas dibandingkan biasanya. Jadi kalaupun ada daerah yang hari-hari terakhir terasa panas, bukan karena Equinox-nya. Tetapi karena mamasuki musim pancaroba. ’’Masyarakat tingkatkan kesehatan atau daya tahan tubuh,’’ tuturnya.
Harry menjelaskan kabar bahwa Equinox bakal membawa gelombang panas seperti di Afrika dan Timur Tengah tidak terbukti. Dia menegaskan bahwa Equinox itu bukan merupakan fenomena gelombang panas. Harry mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu mengkhawatirkan dampak dari Equinox sebagaimana beredar di masyarakat luas.
’’Dari peta suhu maksimal, kondisinya masih normal,’’ jelasnya. Harry mengungkapkan suhu maksimal normal di Indonesia berkisar antara 32 derajat celcius sampai 37 derajat celcius. Sementara itu fenomena Equinox sendiri terjadi di Indonesia dua kali dalam setahun. Yakni setiap 21-22 Maret dan 22-23 September. (wan/rie)