Kertas dari kulit kayu kalau diraba terasa kasar. Untuk menghaluskannya, daluang tadi digosok-gosok. Menggunakan cangkang keong. Digosok sampai halus. Kehalusannya pun tergantung kebutuhan. Kalau sampai halus sama sekali, bisa bulanan.
”Zaman sekarang kan pakai mesin untuk menghaluskan kertas. Hanya sebentar. Zaman dahulu, bisa berbulan-bulan,” terang Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Ida Hernida.
Prosesi pembuatan daluang (kertas, Red) dari bahan kayu saeh ini dipamerkan di Museum Expo 2017 di Museum Sri Baduga Jawa Barat, Kamis (24/8). Pameran berlangsung selama tiga minggu ke depan.
Kegiatan ini untuk memperkenalkan mengenalkan daluang kepada masyarakat. Saat ini, dengan adanya kemajuan zaman dan teknologi, hampir tidak digunakan. Sudah ada pabrik kertas. Jika kertas dibuat seperti zaman dahulu, prosesnya lama. “Belum nanam pohonnya. Bisa sampai 2 tahun,” tutur Ida.
Daluang memiliki bahasa latin broussonetia papyrifera. Tahun 1960-an kertas tradisional khas Indonesia ini dinyatakan punah. Budidaya pohonnya sudah hilang. Begitu juga pelaku pembuatan kertasnya. Tidak ada regenerasi. Daluang sendiri oleh negara asing lebih dikenal sebagai kertas Jawa.
Zaman dahulu, daluang ini memiliki peran penting sebagai alat untuk menulis, pakaian, dan kebutuhan lainnya. Banyak anak-anak generasi penerus, bahkan orang tua sekalipun, tidak tahu daluang. Makanya, Ida mengajak guru-guru untuk membawa siswanya berkunjung ke museum tersebut. ”Ini merupakan harta karun budaya bangsa Indonesia yang kini digali lagi,” ujarnya.
Dulu, itu sebagai bahan pakaian juga. Hanya untuk kalangan tertentu saja. Seperti ketua suku atau kepala adat. Dan dipakai untuk acara tertentu saja. Tidak dipakai sehari-hari. Tidak sembarang waktu juga. Di Kalimantan, kata dia, masih hidup satu suku yang khusus memproduksi daluang.
“Di sana masih ada hutannya, ada lahannya. Di Jawa Tengah juga ada pohon daluang hanya sedikit,” tuturnya
Pameran ini memamerkan produk daluang dari 13 provinsi, 7 kabupaten/kota di Jawa Barat serta beberapa karya dari luar negeri. Yang dipajang tentu produk zaman dahulu kala. Ada pakaian yang usianya ratusan tahun dari Jepang. Ada juga Alquran dari abad ke-17. Produk itu sengaja dipinjam dari Museum Nasional, Thailand, Jepang, hingga Meksiko.