Tembus 26 Ribu Orang, Penderita HIV/AIDS Menggurita

jabarekspres.com, BANDUNG – Penderita  penyakit HIV/AIDS di Jabar saat ini tercatat mencapai 26.042 kasus. Dari jumlah tersebut hampir didominasi penyebarannya melalu pengguna narkoba.

Ketua Pelaksana Harian Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) Jawa Barat Brigjen TNI Danny Gaothama mengatakan, pengguna narkoba di Jabar saat ini semakin meningkat. Hal ini, tidak lepas dari semakin maraknya peredaran narkoba di kalangan masyarakat.

”Jadi Narkoba merupakan pintu utama yang dapat menimbulkan penyakit HIV/AIDS di kalangan masyarakat,” jelas Danny ketika ditemui usai acara penandatanganan komitmen bersama untuk mencegah dan menanggulangi Epidemi HIV/AIDS di Hotel Grand Asrilia, Jalan Pelajar Pejuang, Kota Bandung. kemarin (9/8).

Dirinya menilai, narkoba memberikan teror yang sangat hebat bagi masyarakat. Bahkan saat ini sudah banyak bermunculan berbagai macam narkoba jenis baru.

Sedangkan banyaknya kasus penderita HIV/AIDS merupakan tanggung jawab bersama semua pihak. Sehingga, sebelum penyebarannya meluas harus segera ditangani dan diantisipasi.

Di tempat sama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, masyarakat harus mulai terbuka dengan kasus HIV-AIDS ini. Sebab kalau tidak akan menjadi permasalahan yang besar, ditambah Jawa Barat termasuk pengidap HIV-AIDS yang lumayan tinggi.

Heryawan mengakui, HIV-AIDS di Jawa Barat jumlahnya memang tinggi. Namun, bukan berarti tidak ada penanganan yang maksimal dari pemerintah. Sebaliknya, semakin banyak yang ditangani penderita HIV/AID maka semakin terkuak berapa jumlah yang sebenarnya.

”Jadi jangan diapresiasi oleh berbagai pihak berarti tidak ada penanganan karen masalah ini kami tidak mau menutup-nutupinya,” jelas dia

Heryawan berharap, dengan cepatnya penanganan bagi penderita HIV/AIDS, mudah-mudahan akan memberikan kesadaran kepada semua orang tetntang bahayanya penggunaan narkoba dan akibat pergaulan bebas.

Selain itu, Heryawan menegaskan bagi Penderita HIV/AIDS tidak boleh terjadi diskriminasi atau diasingkan. Sebab, siapapun orangnya semua memiliki hak hidup. Dengan begitu, pada penanganan pengobatan mereka untuk trus mempertahankan daya tubuhnya dan hidup normal seperti biasa.

”itu kan kita lakukan terus dengan anggaran yang mencukupi dari pusat, provinsi maupun kabupaten/kota,” tandas Heryawan. (yan/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan