”Saya lihat kantor dinas dukcapil berbeda dengan kantor dispenda atau bappeda yang bagus. Mestinya kantor yang langsung melayani rakyat dibuat nyaman,” terangnya.
Terpisah, anggota Komisi II DPR RI menilai, masalah tersebut merupakan dampak tidak ditanganinya program secara komprehensif. ”Bisa jadi karena lamanya menunggu blanko, tinta yang tersisa bisa jadi kering. Dan printernya menjadi tak berfungsi,” ujarnya.
Seperti diketahui, pengadaan blangko semestinya dilakukan pada oktober 2016 lalu. Namun karena gagal lelang, proses produksinya baru bisa dilakukan awal tahun 2017.
Untuk itu, ke depannya dia berharap hal semacam ini bisa menjadi perhatian. Karena bagaimanapun, data kependudukan merupakan hak masyarakat yang harus dipenuhi dan dilayani secara baik. ”Jika memang sudah tidak layak pakai, maka melalui APBD harus segera dialokasikan terkait tinta dan printer,” kata politisi PPP itu. (far/rie)