Lebih lanjut, KH Ma’ruf berharap ada sinergi antara sekolah formal dan Madin. Misalnya, Madin diterapkan di sekolah setelah salat dhuhur sekitar pukul 13.00. Bila madin hilang, bakal banyak orang yang protes. Tapi, memang kemungkinan ada kendala karena pelajaran yang semstinya pada Sabtu dipindah ke lima hari tersebut.
Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy bersikukuh bahwa model sekolah FDS ini sudah mendapat lampu hijau dari Presiden. Bahkan, dia diminta melakukan piloting untuk uji coba terlebih dahulu tahun lalu. ”Karenanya, waktu itu dipilih 1.500 sekolah,” ujarnya kemarin (13/6).
Untuk implementasi kebijakan tahun ini, sudah ada sekitar 9.300 sekolah di 11 provinsi yang mengajukan. Jumlah ini jauh lebih besar dari terget 5.000 sekolah sebelumnya.
”Kebijakan ini tidak dipaksakan. Boleh saja kalau ada yang menolak. Seperti UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) saja, ada yang nolak karena alasan komputer,” jelasnya. Meski, pada akhirnya jumlah peserta UNBK jauh lebih banyak daripada ujian tulis dengan memanfaatkan sumber pendidikan lain.
Selain itu, lanjut dia, penentuan mana saja sekolah yang akan menerapkan kebijakan ini bukan dilakukan oleh pihaknya. Tapi, sepenuhnya berada di tangan dinas pendidikan setempat yang notabenenya paling tahu soal kondisi masing-masing sekolah.
Disinggung soal kekhawatiran hilangnya peran diniyah dan kegiatan religi lain akibat kebijakan ini, Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menampik tegas. (mia/jun/tau/rie)