Sependapat dengan Wiranto, peneliti Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Ibnu Dwi Cahyo berpendapat bahwa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia sudah memiliki lembaga serupa BSSN sejak 2009. ”Indonesia termasuk terlambat. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” kata dia kemarin.
Menurut pria yang akrab dipanggil Ibnu itu, akan semakin baik apabila ada undang-undang (UU) di balik BSSN. Bukan hanya perpres. ”Agar lebih kuat,” imbuhnya. Dia pun berharap BSSN tidak hadir sebagai lembaga intelijen pasif. Melainkan menjadi cyber army yang mengamankan dan menyerang lawan jika memang dibutuhkan.
Melalui perpres yang ditandatangani presiden, BSSN dibentuk dengan dua elemen. Yakni, Lemsaneg dan unsur Kemenkominfo. Hal itu, kata Ibnu, sudah baik. Namun, akan lebih baik lagi apabila pemerintah turut melibatkan tenaga dari luar elemen tersebut. ”Seperti akademisi dan pakar yang memang menguasai keamanan cyber,” ungkapnya.
Ibnu yakin empat bulan masa transisi yang disiapkan pemerintah cukup. Sebab, BSSN tidak dibentuk dari nol. Infrastrukturnya juga sudah tersedia.
”Tinggal anggaran dan masalah teknis peleburan saja,” kata dia. Dengan modal yang sudah ada, pemerintah semestinya tidak perlu waktu terlalu lama untuk menyiapkan BSSN sampai beroperasi. (byu/syn/c10/agm/rie)