”Senjatanya sampai menempel di leher. Saya pasrah saja, tapi tetap berusaha tenang. Tidak boleh panik,” cerita Mario.
Mario maupun si tentara tidak bisa berkomunikasi karena perbedaan bahasa. Namun, setelah melihat gambar bendera yang tertempel di bodi motor Mario, si tentara mulai melunak. Dia malah mengajak Mario mengobrol dengan bahasa isyarat.
”Sepertinya, di kawasan tersebut ada ladang opium. Mereka pikir, saya mata-mata. Tapi, setelah saya jelaskan, mereka mengerti dan melepaskan saya dan istri,” terangnya.
Mario juga sempat tertahan di Iran karena motornya bermasalah dengan bea cukai di sana. Iran diketahui hanya memperbolehkan sepeda motor berkapasitas 250 cc ke bawah yang melintas di negaranya. Mario akhirnya harus membayar denda USD 60 kepada bea cukai.
Dia juga pernah kena tilang di Turki, saat memacu motornya hingga 140 kilometer per jam. Di Turki, batas kecepatan tertinggi yang diizinkan hanya 90 kilometer per jam.
Kejadian tidak menyenangkan ternyata tidak hanya dia alami saat dalam perjalanan di luar negeri. Ketika Mario dan Lilis berkeliling ke Indonesia Timur, barang mereka sempat dirampok. Tepatnya di Tanjung Bira, Sulawesi Selatan. Saat Mario-Lilis beristirahat di tenda kamping, seorang perampok mengacak-acak barang mereka di motor. Namun, barang berharga yang dicari ternyata tidak ada.
”Si perampok langsung mendatangi tenda kami dan mengusir kami sambil terus berusaha mencari barang berharga seperti kamera dan laptop. Kami sempat melawan. Tetapi, dia berhasil mendapatkan barang-barang itu,” katanya.
Mario langsung melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Untung, tak berapa lama, polisi berhasil menangkap si perampok berserta barang-barang yang dia bawa.
Di luar kejadian-kejadian itu, perjalanan Mario bisa dibilang sangat lancar. ”Asalkan kita mengikuti aturan yang berlaku di negara tersebut, kita pasti aman. Kita kan cuma numpang lewat. Kalau kita nakal, bisa-bisa kita berakhir di penjara dan dideportasi.”
Meski perjalanan tersebut didanai sponsor, Mario dan Lilis tidak bisa serta-merta seenaknya menghambur-hamburkan uang. Sebaliknya, layaknya backpacker, mereka harus memperhitungkan betul pengeluaran agar tidak lewat dari bujet. Survei tempat menginap yang murah lewat Airbnb hingga mencari rute pesawat ke negara tujuan dengan harga paling murah mereka lakoni.