Menurut Dahlan, Indonesia harus bangkit dari ketertinggalan saat ini. Jika tidak, Indonesia akan makin tertinggal lebih jauh. Padahal, mobil listrik merupakan keniscayaan.
Masa depan teknologi mobil listrik, menurut dia, tidak terbendung. Hal itu dibuktikan dengan kapitalisasi Tesla yang melebihi Ford. Saat ini Tesla baru memproduksi sekitar 700 ribu mobil listrik. Sedangkan Ford dalam setahun memproduksi 7 juta mobil (berbahan bakar minyak/BBM). Namun, nilai pasar perusahaan Tesla lebih besar daripada Ford.
’’Kenapa bisa begitu? Ya karena orang percaya Tesla itu punya masa depan. Sedangkan mobil bensin akan menjadi masa lalu,’’ ujar Dahlan.
Dia menyatakan, jika Indonesia masih berpikir mewujudkan mobil nasional konvensional, itu sangat tertinggal. Dia mengibaratkan sebuah perlombaan maraton. Negara-negara yang memproduksi mobil konvensional saat ini sudah mencapai finis, sedangkan Indonesia baru akan memulai. ’’Jadi, sulit terkejar,’’ kata Dahlan. Berbeda dengan mobil listrik, ketertinggalan Indonesia dari negara lain tidak terlalu jauh.
Dalam kesempatan tersebut, Dahlan juga menegaskan, ide dan dukungannya terhadap mobil listrik bukan untuk kepentingan pribadinya. ’’Saya tegaskan, saya tidak akan bisnis mobil listrik. Saya hanya ingin menggerakkan Indonesia, harus mampu memproduksi mobil listrik,’’ katanya.
Dia mempersilakan siapa pun yang ingin berbisnis mobil listrik. Karena itu, iklim mobil listrik di Indonesia harus dibangun. Sejak empat tahun lalu, Dahlan memang mencetuskan ide riset mobil listrik. Saat itu Dahlan dengan menggunakan uang pribadinya sudah membiayai riset-riset pengembangan mobil listrik yang dilakukan putra-putra terbaik Indonesia.
Ide Dahlan itu lalu ditangkap pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengundang keterlibatan kampus-kampus. Roadmap pengembangan mobil listrik nasional pun dibuat. Saat itu pemerintah juga menugaskan Dahlan untuk membuat prototipe mobil listrik guna keperluan APEC 2013.
Sayang, konsep brilian itu kini terhambat. Dahlan sebagai pencetus mobil listrik justru diperkarakan oleh Kejaksaan Agung. Dia dianggap bersalah dalam pembuatan prototipe mobil listrik untuk APEC 2013. Padahal, pembuatan prototipe itu tidak menggunakan dana ABPN.
Sumber dananya diambilkan dari dana sponsorship tiga perusahaan BUMN. Sejumlah pakar menilai, jika ada kesalahan, perkara tersebut lebih ke persoalan perdata. Karena itu, menjadikan Dahlan sebagai tersangka dianggap terlalu memaksakan diri. (atm/tel/c5/nw/rie)