KPAI: Kekerasan Masih Tinggi

bandungekspres.co.id, SOREANG – Sebanyak 84 persen anak-anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Hal itu dikatakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merujuk hasil survey International Center for Research on Women (ICRW).

Angka tersebut lebih tinggi dari Vietnam dan Nepal yang hanya mencapai 79 persen, Kamboja 73 persen dan Pakistan 43 persen. Indeks kekerasanya yang cukup tinggi menimpa anak di sekolah, menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Bandung dan Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI).

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Juhana, mengungkapkan sekolah/madrasah sejak terbentuknya wajib ramah anak. Oleh karena itu dia berharap dengan adanya seminar tersebut dapat member ilmu pengetahuan. ”Taman adalah tempat yang aman, nyaman dan tenang, seyogyanya tidak diperkenankan kekerasan dalam bentuk apapun,” kata Juhana.

Tapi dalam kenyataannya masih terjadi penistaan (kekerasan, bullying dan pelecehan seksual) terhadap anak. “Untuk itu diperlukan setidaknya 5 landasan dalam mendidik anak di sekolah, yaitu landasan teologis, filosofis, pedagogis, sosiologis dan ekonomis,” lanjut Juhana.

Dia menyebutkan jika anak dilahirkan dalam keadaan suci, tergantung bagaimana orangtua dan guru membentuk karakter anak tersebut. Selain itu anak lahir bagai kertas putih yang warnanya akan sangat ditentukan lingkungan di sekitarnya terutama orang tua dan guru. Kemudian setiap anak memiliki kemampuan dididik, mampu didik dan mampu latih termasuk anak dengan kebutuhan khusus (difabel) sekalipun berhak mendapatkan layanan pendidikan. Anak sebagai makhluk sosial dapat memberikan manfaat bagi manusisa lainnya.

“Dan terakhir landasan ekonomis, dimana mendidik anak merupakan human invest, investasi bagi anak itu sendiri di hari ini dan di hari esok,” tutup Juhana.

Sementara itu, Wakil Ketua KPAI RI, Maria Advianti, dalam penyampaian materinya menyebutkan beberapa syarat Sekolah Ramah Anak.  ”Harus aman, memenuhi hak anak, melindungi dari kekerasan, sehat, peduli dan berbudaya serta mendukung partisipasi anak,” kata Maria.

Regulasi menjadi penting agar guru dan orangtua ada kesepahaman mengenai penanganan pendidikan anak di sekolah. Seluruh komponen sekolah yaitu kepala sekolah, guru, murid dan orang tua murid harus memiliki perspektif yang sama mengenai pendidikan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan