Michael Leksodimulyo, Dokter yang Mengabdi untuk Gelandangan

Setelah tiga tahun mengabdi di tempat yang masih tidak banyak terjamah listrik, tugas Michael selesai. Dia kembali ke metropolis pada 1996. Kala itu tidak banyak rumah sakit besar. Dia pun memutuskan untuk masuk ke Rumah Sakit Gotong Royong, Keputih, yang menolong banyak orang miskin.

Bergumul dengan anak-anak pemulung menjadi menunya sehari-hari. Selama berada di sana, Michael belajar manajemen rumah sakit. ”Setelah mendapat ilmunya, saya diterima di rumah sakit swasta ternama,” lanjutnya.

Karir Michael di sana melejit. Dia menduduki posisi penting di rumah sakit tersebut. Selama itu pula, dia mengaku sedikit melupakan orang-orang minim biaya yang biasa ditolongnya. Memang dia masih aktif untuk kegiatan baksos, tapi itu bisa dihitung dengan jari.

Hingga suatu hari pada 2008, dia diajak pemilik Yayasan Pondok Kasih untuk memberikan pengobatan di bawah kolong jembatan. Sebelum sampai di sana, ada kejadian yang akhirnya membuka kembali hatinya. Di tengah jalan, tiba-tiba pemilik yayasan itu meminta mobil yang dikendarai berhenti.

Michael kaget. Dia tidak tahu apa gerangan yang terjadi. Ternyata, mobil berhenti karena ada seorang gelandangan yang menyeberang jalan. Pemulung tadi diciumi pemilik yayasan. Rambutnya dielus, keningnya dikecup. Ketika itu hati Michael kembali tersentuh. Padahal, pemulung tersebut bau. ”Beliau (pemilik yayasan, Red) bilang bahwa bau itu adalah bau Tuhan,” tutur dokter yang menerima gelar pascasarjana dari Universitas Airlangga tersebut.

Setelah peristiwa itu, Michael akhirnya memutuskan untuk resign dari rumah sakit tempatnya bekerja. Dia lalu bergabung dengan Yayasan Pondok Kasih. Selama masa pengabdiannya, dia mampu menolong banyak orang.

Bagi Michael, profesi dokter adalah panggilan Tuhan. Menolong orang yang tidak punya biaya merupakan cara untuk membalas Tuhan. Sebagai pemeluk Katolik yang taat, arek Blauran itu tidak memandang perbedaan. ”Kami masuk ke pesantren-pesantren kecil untuk memberikan pelayanan,” katanya.

”Kasih itu nyata dan sukacita ada di dalam-Nya,” lanjutnya. Menurut Michael, sekat-sekat perbedaan harus dihilangkan saat menolong orang. Bahkan, dia tidak segan untuk membangun musala bagi masyarakat di Keputih.

Tinggalkan Balasan