Studio Batu Jogja, Rumah Produksi yang Lahirkan Film-Film Festival

Walaupun kuliah di luar negeri, Sea tetap tidak ketinggalan informasi dari kawan-kawannya di Jogja. Termasuk saat kelompok perkawanan itu mencetuskan untuk membuat rumah produksi mini bernama Studio Batu.

Studio Batu bukan asal nama. Nama itu merupakan perwujudan mimpi mereka. Menurut Sea, penamaan Studio Batu berangkat dari keinginan mereka untuk memiliki tempat berkumpul. Tapi, tempat kumpul tersebut tidak hanya menjadi rumah kedua, tapi juga tempat untuk menjadi batu loncatan. ”Pokoknya untuk apa saja yang bisa kami bikin bersama-sama,” katanya.

Tahun 2014, saat Gunung Kelud meletus dan abunya sampai Jogjakarta, Wregas yang sedang membuat film untuk tugas akhirnya, Lemantun, mengabadikan momen itu untuk dia jadikan produksi film perdana bersama teman-teman masa kecilnya tersebut. Mulai ide cerita, sutradara, aktor, musik, hingga unsur-unsur film lainnya, semua dikerjakan bareng-bareng. Dengan dana yang minim dan dibuat kurang dari tiga hari, Lembusura, film pendek berdurasi 10 menit itu, ternyata sukses masuk Festival Berlinale ke-65 pada Februari 2015. Hal tersebut menjadi capaian pertama untuk film perdana Studio Batu.

Saat itu Sea masih belum merampungkan kuliah. Tapi, dia tetap bisa memantau dari jarak jauh. Menurut dia, kesuksesan Lembusura merupakan kebetulan yang sangat jarang terjadi. ”Seperti kalau di sepak bola nendang dari tengah lapangan, kemudian kena tiang gawang lawan,” kata dia, lantas tertawa.

Meski belum berhasil mencetak gol, capaian itu menjadi titik balik keseriusan mereka dalam berkarya. Mereka lalu meyakini bahwa film merupakan media yang pas untuk batu loncatan mereka. Sebab, semua bidang kreasi ada di dalamnya. Dan tiap-tiap personel di Studio Batu memiliki peran yang sama pentingnya.

Pertengahan Juli 2015, Sea pulang ke Indonesia. Dia langsung mengajak teman-temannya merapatkan barisan. Untuk step berikutnya. Maka, lahirlah kemudian ”mimpi-mimpi” mereka yang tertempel di Wall of Dream Studio Batu. ”Itu mimpi-mimpi kami yang sebagian besar sudah terwujud,” ucapnya.

Sea lalu mencopot kertas paling atas. Di baliknya ada kertas putih seperti gambaran kasar untuk presentasi. Di sana tertulis film murah, film tanpa artis, low budget, dan Channes. ”Ini coretan kami melihat perfilman Indonesia sekarang ini. Kami ingin membuat yang berbeda. Membuat film sederhana yang low budget. Dengan pemeran teman sendiri dan (Festival Film) Channes menjadi tujuan kami. Harus tembus,” terangnya. ”Dan semua terwujud, kan?” tambahnya.

Tinggalkan Balasan