Studio Batu Jogja, Rumah Produksi yang Lahirkan Film-Film Festival

Suasana langsung berubah begitu masuk ke ruang kerja Studio Batu. Ramai dan acak-acakan. Lagu hit era 2000-an diputar cukup kencang. Tiga anak muda ikut bernyanyi keras-keras sambil memainkan gitar. Mengetahui ada tamu, ketiganya langsung beranjak dari tempat duduk dan menyambut dengan hangat.

Seorang di antara mereka bernama Hosea Athanasius Mradipto Hatmaji, 24. Sea -sapaan akrabnya- adalah salah satu orang penting di balik Studio Batu. Sejak didirikan dua tahun lalu, lulusan Hellenic College Holy Cross Greek Orthodox School of Theology, AS, itu ikut mengawal kelahiran Studio Batu. Dia berperan sebagai penasihat saat produksi film berlangsung.

Studio Batu lahir secara tidak disengaja dan tanpa rencana. Semua bermula dari pertemanan para perintisnya yang sama-sama alumnus SMP Stella Duce 1 Dagen, Jogjakarta. ”Terbentuk secara organik,” kata Sea mengawali ceritanya di Studio Batu Sabtu silam (26/11).

Semua berawal dari grup perkawanan yang dijalin sejak SMP. Tapi, setelah lulus, sekolah mereka berpencar. Sea dan sejumlah temannya diterima di SMA homogen khusus pria, SMA Kolese De Britto Jogjakarta. Ada juga yang melanjutkan ke SMA Pangudi Luhur Jogjakarta. Salah satunya Yohanes Yodi, pemeran utama pria dalam film Prenjak. ”Walaupun Yodi beda sekolah, kami tetap sering main bareng,” ungkap Sea.

Hebatnya, anak-anak muda itu tidak hanya kumpul untuk bersenang-senang. Mereka juga mempunyai kebiasaan bersama-sama mengunjungi Candi Hati Kudus Yesus di Ganjuran, Bantul, setiap akan menghadapi ujian di sekolah. Di candi tersebut mereka berdoa, mencari ketenangan hati.

Selain itu, kelompok perkawanan yang dulu punya julukan Boim tersebut sering mencari tembok kosong untuk mengekspresikan kegemaran mereka menggambar grafiti. Grafiti merupakan ekspresi kreativitas seni mereka. ”Dari situ, kami sadar bahwa kami mempunyai kesadaran komunal yang punya hubungan dengan seni,” lanjut Sea.

Setelah lulus SMA, masing-masing mulai membangun jembatan yang menghubungkan dengan cita-citanya. Ada Wregas Bhanuteja yang memilih Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Di Studio Batu, Wregas menjadi sutradara.

Kemudian, Wulang Sunu Ratno Hermanto yang lebih banyak mengekspresikan diri lewat desain produk mengambil kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta. Lalu, Yodi kuliah di Arsitektur Universitas Atma Jaya, Jogjakarta. Sea kuliah di Amerika Serikat. Semua berpencar, tapi perkawanan tetap terjalin kuat. ”Total ada sepuluhan orang yang terlibat di Studio Batu. Selain Yodi, Wregas, dan Wulang, ada Rangga, Ragil, Tommy, Adi, dan Fabian Sinaga,” imbuh pria berambut keriting itu.

Tinggalkan Balasan