Sulit Berdiri di Kereta Subway Tokyo, Osaka Lebih Woles

Bagi yang sehat, berkomuter dalam kondisi seperti itu bukan masalah. Tapi, bagi mereka yang mengidap asma atau klaustrofobia, lebih baik jangan nekat. Sebab, sudah tidak ada lagi jarak antartubuh penumpang di dalam kereta. Jangankan berpindah posisi, menoleh saja sulit. Di Indonesia, situasi seperti itu biasanya dimanfaatkan oleh para pencopet untuk beraksi.

Saat menceritakan pengalaman itu kepada Peggy Sen, host parents saya di Tokyo, dia menertawakan saya. Perempuan kelahiran Hongkong yang sudah tujuh tahun tinggal di kota megapolitan tersebut bilang, rush hour tak boleh diremehkan.

”Kadang kalau kamu lengah, kamu bisa ikut terseret turun karena terdorong penumpang lain yang keluar dari kereta lho,” ungkapnya.

Pengalaman ”seram” di Nagoya dan Tokyo itu tak membuat saya kapok. Di Osaka, saya kembali penasaran untuk mencoba suasana rush hour di dalam kereta komuter. Saya ingin membandingkan apakah (suasana di Osaka) se-hectic di Tokyo.

Rush hour di sini tidak seheboh di Tokyo kok. Sepenuh-penuhnya kereta, kamu tidak akan berdesakan seperti di Tokyo,” kata Oji Miyuki, yang menjamu saya selama di Osaka.

Ucapan ibu tiga anak itu ada benarnya. Pada jam yang sama dengan di Tokyo pun, warga Osaka woles saja. Kereta Sakaisuji Line yang melalui distrik komersial seperti Tenjimbashisuji, Nipponbashi, dan Ebisucho tidak penuh-penuh banget. Selain kereta, sepeda menjadi opsi moda transportasi warga. Banyak pekerja dan pelajar yang berseliweran di jalanan Osaka dengan naik sepeda angin.

Puas merasakan rush hour di tiga kota besar di Jepang, saya mencoba agak menepi. Saya hijrah ke Pulau Shikoku, tepatnya ke Matsuyama di Prefektur Ehime. Matsuyama jauh dari ingar bingar dan gemerlapnya kota metropolitan. Suasananya malah lebih mirip pedesaan. Tak heran jika suasana pada jam sibuk di Matsuyama berbanding 180 derajat dengan di Nagoya, Tokyo, dan Osaka.

Sama dengan di tiga kota sebelumnya, saya start naik kereta pada pukul 07.15. Alih-alih berkomuter bareng pekerja kantoran atau pelajar, rekan seperjalanan saya rata-rata manula dan sesama wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Tinggalkan Balasan