Sulit Berdiri di Kereta Subway Tokyo, Osaka Lebih Woles

Berdiri dengan agak berdesakan pun tak lantas membuat para penumpang yang rata-rata pekerja kantoran dan pelajar sensi. Mereka sibuk memelototi layar smartphone masing-masing.

”Itu hal biasa di sini. Setiap jam segitu (sekitar pukul 07.30, Red) memang kereta penuh dengan orang yang mau berangkat kerja dan pelajar yang akan ke sekolah. Orang sini biasanya berangkat lebih awal untuk menghindari rush hour,” kata Ales, yang sudah setahun tinggal di Nagoya.

Namun, ternyata apa yang saya rasakan di Nagoya belum ada apa-apanya. Rush hour di Tokyo jauh lebih ekstrem. Jalur Saikyou Line yang saya tumpangi di ibu kota Jepang itu melewati berbagai titik bisnis strategis seperti Ikebukuro, Shibuya, dan Shinjuku.

Dari Stasiun Itabashi yang dekat dengan tempat menginap saya, kereta menuju Stasiun Ikebukuro. Suasana masih bisa ditoleransi, sebelas dua belas dengan yang ada di Nagoya. Tiba di Ikebukuro, atmosfer rush hour mulai terasa.

Kereta belum berhenti pun, saya sudah bisa menyaksikan betapa masifnya jumlah calon penumpang. Benar saja, ketika pintu kereta terbuka, saya segera terdorong ke bagian tengah karena arus penumpang yang masuk. Sebagian besar kaum pria.

Peringatan petugas stasiun bahwa kereta sudah tidak muat tak mereka hiraukan. Begitu pula imbauan untuk menunggu kereta berikutnya yang akan tiba kurang dari 10 menit lagi.

Mereka tetap berusaha masuk karena tak ingin terlambat masuk kantor. Seorang penumpang perempuan di depan saya sampai tergencet karena kereta sangat penuh. Berdiri tegak saja sulit. Tubuhnya doyong ke belakang karena terdesak para penumpang pria di depan dan kanan-kirinya.

Andai saja saya tidak memanggul tas yang dijadikannya sandaran, perempuan itu mungkin tak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya lagi alias terjerembap ke lantai. ”Anda tidak apa-apa?” tanya saya, lantas membantunya untuk menegakkan tubuh. Dia mengangguk sambil tersenyum tipis, ”Tidak apa-apa. Terima kasih ya,” ucapnya.

Untung saja kondisi penuh sesak itu hanya bertahan lima menit. Kebanyakan penumpang turun di Stasiun Shinjuku yang berjarak 5,9 km dari Ikebukuro sehingga saya dan penumpang lain yang belum turun bisa bernapas agak lega. Kepadatan penumpang kembali tergerus di Stasiun Shibuya. Selepas kawasan ngehit di Jepang tersebut, kereta relatif lengang.

Tinggalkan Balasan