Drainase Buruk, Tata Wilayah Semrawut

Lokasi banjir dan tanah longsor sebenarnya sejak lama masuk prioritas penanganan wilayah rawan bencana. KLHK pernah mengirim surat kepada seluruh pemda tentang penanggulangan bencana lingkungan melalui penanaman dan pemeliharaan pohon. Surat itu menindaklanjuti 24,3 juta hektare lahan pendukung daerah aliran sungai (DAS) yang kritis gara-gara perubahan fungsi lahan. ”Ini persoalan kumulatif yang sudah (diidentifikasi, Red) belasan bahkan puluhan tahun lalu,” ungkap Siti Nurbaya.

Dia mengatakan, penyebab banjir saat ini adalah banyaknya kawasan lereng gunung yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian. Bahkan, yang lebih parah, papar dia, banyak pohon yang sengaja ditutup plastik agar tidak busuk gara-gara terkena air. Hal itu mengakibatkan runoff 100 persen turun langsung ke bawah karena tidak meresap ke dalam tanah.

Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS KLHK Djati Witjaksono Hadi menambahkan, 15 DAS masuk prioritas penanganan karena kritis. DAS tersebut tersebar di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. ”Kondisinya sudah masuk kategori ekstrem,” terangnya. Wilayah di sepanjang DAS tersebut berpotensi menjadi lokasi rawan bencana banjir dan tanah longsor.

Parameter ekstrem itu didasarkan pada dua faktor. Yakni, faktor alami (70 persen) dan manajemen (30 persen). Secara alami, intensitas hujan harian yang tinggi menyumbang 40 persen terjadinya bencana banjir bandang di sekitar DAS. Dari sisi manajemen, alih fungsi lahan menyumbang 30 persen. ”Bentuk DAS, gradien sungai, kerapatan drainase, dan lereng rata-rata DAS juga menjadi parameter,” paparnya. (tyo/mia/bil/c11/oki)

Tinggalkan Balasan