Drainase Buruk, Tata Wilayah Semrawut

bandungekspres.co.id – BANJIR dan tanah longsor jadi ancaman setiap kali memasuki musim hujan. Buruknya drainase dan semrawutnya tata kelola wilayah memperparah kondisi itu. Sayang, menurut Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nurhidayati, hingga kini belum ada satu pun daerah yang serius menerapkan prinsip mengurangi air larian (zero runoff) Artinya, air hujan begitu saja mengalir dari daerah tinggi ke kawasan yang lebih rendah tanpa meresap ke dalam tanah.

Bila kondisi tersebut dibiarkan, bencana banjir sampai kapan pun akan terus terjadi saat musim hujan tiba. ”Ekosistem yang tidak seimbang memperparah kondisi tersebut,” ujarnya kepada Jawa Pos (Jabar Ekspres Group) kemarin.

Dia menilai, sistem drainase yang diterapkan mayoritas daerah saat ini cenderung mengadopsi pola kota metropolis. Yakni, melakukan normalisasi sungai dan saluran air kompleks perumahan dengan menutup tanah resapan secara permanen dengan paving dan beton. ”Niatnya seperti prinsip jalan tol, air bisa mengalir cepat. Tapi, daerah hilir tidak diperhatikan,” tuturnya.

Sistem drainase semacam itu mestinya didukung pembangunan kantong air yang baik di kawasan hilir. Nur mencontohkan sistem saluran air di Belanda yang menyediakan ruang khusus untuk air. Negeri Kincir Angin itu melakukan naturalisasi dengan cara mengembalikan kawasan hilir sebagai kantong air. ”Kalau tidak dilakukan (naturalisasi, Red), warga yang tinggal di daerah hilir akan terus menjadi korban (banjir, Red),” ungkapnya.

Pengendalian banjir tersebut bisa terealisasi bila seluruh pemangku kepentingan di suatu daerah memiliki komitmen kuat. Dibutuhkan pendekatan politik dalam penanganan itu. ”Sistem drainase sebenarnya bagian dasar dari tata ruang wilayah. Tapi, karena banyaknya kepentingan, membuat sistem itu sulit terealisasi,” ujarnya.

Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menuding pemerintah daerah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas bencana banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah Indonesia sepanjang tahun ini. Pemda dianggap kurang maksimal dalam menyikapi peringatan dini bencana alam yang dikirim pemerintah pusat.

”Sebenarnya warning sudah kami berikan (kepada pemda, Red),” ujar Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar. Peringatan dini itu dikirim pemerintah pusat melalui stakeholder pencegahan dan penanggulangan bencana. Selain KLHK, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga telah mengirim surat peringatan dini bencana kepada seluruh gubernur dan bupati/wali kota.

Tinggalkan Balasan