bandungekspres.co.id, BANDUNG – Kelanjutan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) yang telah diambil alih pusat dengan menunjuk BUMN sampai saat ini belum mendapatkan kepastian.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jabar Daddy Rohanady menyatakan, sejak akhir 2015 Kementerian Perhubungan menyatakan urusan BIJB akan ditangani pemerintah pusat. Namun, setelah berbagai pertimbangan akan kondisi keuangan negara akhirnya pemerintah pusat menyerahkan kepada BUMN dan Pemprov Jabar.
Akan tetapi, atas keputusan itu sampai sekarang pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Kabupaten Majalengka masih sebatas wacana dan belum diketahui mekanisme dan sistemnya seperti apa.
”Tarik ulur pengambilalihan oleh pemerintah pusat atau tidaknya seolah tak berujung. Bagaimana ini?” ungkap Daddy ketika ditemui di gedung DPRD kemarin (28/10).
Dirinya memaparkan, ketidakjelasan ini sangat mendasar. Sebab tumpang tindih aturan dalam kewenangan pengelolaan nyapu menjadi pertanyaan.
Bahkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, urusan Bandar Udara menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Jika memang sudah menjadi amanat UU seperti itu, pemerintah daerah memang tidak bisa menolak.
Atas aturan itu, sebetulnya Pemprov Jabar dan dewan pada dasarnya tidak berkeberatan. Akan tetapi, rasanya tidak elok jika apa yang dilakukan Jabar selama ini diserahkan begitu saja tanpa ada kompensasi apapun.
”Jabar sudah mengeluarkan sejumlah besar dana untuk pembebasan lahan BIJB. Belum lagi, kami juga melakukan banyak hal untuk memberi support atas keberadaan bandara yang terletak di Kabupaten Majalengka tersebut,” ungkapnya.
Daddy menambahkan, untuk mengurai masalah ini perlu pembicaraan serius antara pemprov Jabar dan kementerian dengan mekanisme yang saling menguntungkan. Tujuannya, untuk kesejahteraan masyarakat Jabar.
Cia menyontohkan, Jabar bisa saja diberi porsi saham yang memadai sebagai pemegang hak atas bandara tersebut. Sebab selama ini kucuran anggaran atas pembangunan bandara ini sudah sangat besar.
Kendati begitu, belakangan ini beredar kabar bahwa Pemprov Jabar harus menjual obligasi untuk membiayai proyek monumental itu. Nantinya operasional BIJB sendiri direncanakan akan dikelola PT Angkasa Pura.
Melihat kondisi ini, sudah selayaknya penyertaan modal untuk BIJB harus dibatalkan. Apalagi Pemprov sampai 2015 telah menyerahkan penyertaan modal ke PT BIJB sebesar Rp 350 miliar. (adv/yan)