Misalnya, saat dia membimbing 20 pelukis muda Tubaba. Tiga di antara mereka tunawicara. ”Komunikasi saya dengan mereka cukup menarik,” tutur lulusan Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Jogjakarta itu.
Untuk berkomunikasi dengan mereka, Hanafi mengerahkan segala cara. Mulai gerakan tangan hingga menulis di kertas. Pernah suatu kali, seorang di antara tiga pelukis tunawicara itu terlambat datang dalam kelas Hanafi. Begitu bertemu Hanafi, dia menggerakkan tangannya menirukan bentuk sepeda motor dan diakhiri dengan mengembangkan tangannya lebar-lebar.
”Ternyata dia memberikan alasan bahwa dia terlambat karena ban sepeda motornya bocor,” ujarnya, lantas tersenyum.
Dari semua pergulatan itu, Hanafi menyadari, tiga murid istimewanya tersebut sebenarnya memiliki kelebihan yang tidak dimiliki pelukis lain di kelas itu. Ketiganya mampu melukis dengan sangat presisi. ”Bahkan, saya cenderung melihat mereka matematis sekali,” tuturnya.
Dalam situasi yang lain, seorang di antara tiga pelukis tunawicara itu bisa melukis sebuah kegelapan yang bertahap. Hanafi mengatakan, ada yang bisa melukis kegelapan, tapi samar-samar tetap tampak berbagai barang yang ada di dalam ruang objek lukisan. ”Semua hitam, tapi space itu samar-samar terlihat. Barang-barang itu tampak. Luar biasa,” ujarnya bangga.
Setelah sekian lama mendapat bimbingan, kini tinggal melihat bagaimana keteguhan hati ketiga pelukis muda itu dalam mengambil sikap dalam berkesenian. ”Apakah mereka akan memegang teguh karakternya yang sudah dimiliki atau akan berubah setelah berkembang nanti. Kita lihat saja, seberapa kuat hati mereka,” jelasnya.
Tak hanya membimbing pelukis muda, Hanafi juga mendapatkan inspirasi untuk karya seni rupa. Melihat alam Tubaba yang melimpah ruah dengan pohon karet dan sawit, dia ingin menggalinya lebih dalam menjadi material seni rupa baru.
”Bisa dari karet atau sawit, semua sedang saya gali. Hasilnya belum tahu nanti. Tapi, ini inspiratif sekali,” ujar pelukis asal Purworejo, Jawa Tengah, itu.
Tak hanya di bidang seni rupa, Hanafi juga mengajak sejumlah teman seniman dan sastrawan untuk terlibat dalam upaya menggairahkan kesenian di Tubaba itu. Di antaranya, dia menggandeng koreografer Hartati yang menciptakan tari nenemo, gerak tari yang terinspirasi dari ritual bersyukur terhadap alam di Tubaba. Ada pula pemusik Lawe Samagaha yang mengeksplorasi musik dari material khas Tubaba.