Kenaikan Cukai Rokok Diumumkan Akhir September

Heru juga menekankan bahwa harga rokok di Indonesia, tergolong mahal, jika dilihat dari besaran PDB Indonesia. Harga rokok saat ini adalah 0,8 persen dari PDB per kapita per hari. ”Sementara di negara-negara Jepang itu 0,2 persen. Artinya harga rokok kita relatif lebih mahal kalau dikaitkan dengan PDB kita. Pemerintah mesti berdiri di tengah-tengah, tidak boleh di satu pihak saja,” tegasnya.

Heru juga menekankan bahwa kenaikan tarif cukai rokok akan bervariasi seperti tahun ini. Bagi industri rokok padat karya seperti Sigaret Kretek Tangan (SKT), pemerintah akan memberikan tarif cukai yang lebih rendah dibanding dengan industri rokok putih.

”Kenaikannya kan bervariasi antara satu golongan dengan golongan yang lain. Kita akan memberikan privilege lebih bagi industri padat karya dibanding yang pakai mesin,” ujarnya.

Tahun ini, pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif cukai rata-rata adalah 11,9 persen. Besaran cukai yang terendah adalah nol persen bagi golongan SKT, sementara tarif tertinggi sebesar 16,47 persen ditujukan bagi kelompok SPM (rokok putih).

Isu kenaikkan harga rokok mendapat reaksi dari kalangan buruh. Mereka berancang-ancang untuk menolak kenaikkan itu. Alasan mereka, mahalnya harga rokok bakal menurunkan daya beli yang berakibat pada menurunnya jumlah produksi rokok. Kondisi itu dapat menimbulkan PHK besar-besaran pekerja di industri rokok.

”Apalagi 80 persen pekerja di industri rokok adalah pekerja outsourcing yang rentan PHK,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Secara umum, buruh sebenarnya setuju pertimbangan kesehatan menjadi prioritas. Namun, menurutnya, setiap kebijakan pemerintah harus mempertimbangkan dampak ketenagakerjaan.

Said menerangkan, pemerintah mestinya juga melihat dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi bila harga rokok dinaikkan. Menurut Said, saat ini ada lebih 800 ribu orang miskin dan ribuan pengangguran baru akibat PHK.

Pun menaikkan harga cukai rokok akan menambah angka pengangguran terhadap 4,7 juta buruh industri rokok dan 1,2 juta petani tembakau. ”Apakah pemerintah sudah menyiapkan lapangan kerja yang baru dan kebijakan diversifikasi baru buat petani tembakau ?” tanya Said.

Sementara itu, Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa mengambil terobosan lain untuk menekan peredaran jual beli rokok di masyarakat. Menteri kelahiran Surabaya, Jawa Timur (Jatim) tersebut meluncurkan program layanan Elektronik Warung Kelompok Usaha Bersama (E-Warung KUBE).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan