Ekonomi pun terdampak. Demikian juga pendidikan. Di masanya dulu, ada ratusan anak karyawan dan buruh yang bersekolah di SD itu. Tapi, semua berubah kala Pirsus II Afdeling Paringin PTPN dengan luasan 2.071 hektare tersebut resmi di-take over ke PT Adaro Indonesia 22 Mei 2014. Ribuan karyawan memilih pulang kampung. Buruh merantau mencari kebun karet lain yang bisa disadap. Tentunya dengan membawa istri beserta anak-anaknya. SDN Lamida Atas pun sekarang hanya menyisakan 27 murid.
”Melihat banyak temannya yang serentak angkat kaki dari sekolah, anak saya sempat mengungkapkan kesedihannya. Tapi sekarang sudah terbiasa dengan kondisi sekolah yang sepi,” ungkap Nor Muhammad, salah seorang wali murid yang tiga anaknya masih bertahan di SDN Lamida Atas.
Salah seorang pengajar SDN Lamida Atas Siti Rahmah mengungkapkan, migrasi besar-besaran yang dilakukan anak didiknya berdampak pada psikologis siswa-siswi yang masih bersekolah di sana. ”Anak-anak jadi kurang bergairah dalam bersekolah. Tidak ada lagi interaksi di dalam kelas. Karena di kelas saya saja muridnya hanya tersisa satu orang,” bebernya.
Kepala Dispendik Balangan yang diwakili Kabid Pendidikan Dasar Abdul Basyid mengatakan, dari hasil survei dan pengkajian yang dilakukan tim penutupan sekolah, sekolah yang ditutup sudah tidak memenuhi syarat pendirian satuan pendidikan. Dengan beberapa alasan yang ada, tim akhirnya terpaksa menutup dua sekolah tersebut.
Dibiarkan Roboh
Gedung SDN 2 Dunguswiru di Kecamatan Balubur Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, akhirnya roboh 20 April lalu. Sudah lama sekolah yang terletak di kampung halaman Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki tersebut rusak parah, tapi dibiarkan saja. Pihak sekolah tidak mempunyai dana untuk memperbaikinya.
Dan Rabu sore itu adalah puncak keprihatinan yang sudah lama dirasakan para siswa dan guru di SD tersebut. Suara atap dan tembok runtuh terdengar keras sehingga mengagetkan warga sekitar. Untung, saat kejadian, sekolah sudah sepi.
Lokasi yang roboh berada di bangunan paling ujung kompleks sekolah sederhana itu. Bangunan tersebut merupakan ruang kelas I. ”Untung, anak-anak sudah pulang semua. Saya tidak bisa membayangkan kalau anak-anak masih di kelas,” ujar Kepala SDN 2 Dunguswiru Halimah.