Stabilkan Harga Bahan Pokok Jelang Ramadan, Polisi Lacak Spekulan

Pemerintah tentu saja tidak bisa secara langsung mematok harga. Sebab, kata JK, naik turunnya harga itu sangat bergantung pada mekanisme pasar. Termasuk, misalnya, dengan menentukan harga eceran tertinggi untuk komoditas utama. ’’Tidak mungkin lagi mengontrol harga,” ucap Kalla.

Di negara lain seperti Malaysia memang ada kontrol harga. Tapi, mereka memberikan subsidi yang cukup besar bagi 30 juta warganya. Kondisi itu tentu berbeda sekali dengan Indonesia yang punya 250 juta penduduk. Untuk menurunkan harga tersebut, satu-satunya cara adalah memperbanyak stok di pasar. ’’Menaikkan suplai itu dengan produksi sendiri. Kalau tidak mudah (produksi), ya mesti impor seperti daging sapi,” jelas dia.

Impor memang akan cukup dilematis pula bagi para peternak dalam negeri. Mereka tentu akan merugi kalau daging impor membanjiri pasar daging. Namun, pemerintah juga harus memperhatikan para konsumen yang membutuhkan daging dengan harga terjangkau.

Kalla mengatakan, harga daging sebenarnya bisa saja ditekan hingga mencapai Rp 60 ribu per kilogram. Bukan Rp 80 ribu per kilogram seperti keinginan Jokowi. Caranya, membanjiri pasar daging dalam negeri dengan impor. Tapi, langkah tersebut tentu tidak dilakukan pemerintah demi memihak peternak. ’’Di India harga daging itu Rp 50 ribu per kilogram. Kalau ditambah ongkos dan lain-lain, sekitar Rp 60 ribu atau Rp 70 ribu,” ujar Wapres.

Harga daging yang tinggi sebenarnya juga berbahaya untuk kelanjutan peternakan di dalam negeri. Para peternak bisa jadi akan gelap mata. Mereka akan menyembelih sapi betina produktif. Bahkan, sapi perah pun disembelih. ’’Jadi, menyenangkan peternak itu ada batasnya. Yaitu, sampai di mana dia hanya memotong yang jantan dan jangan berlebihan.” (jun/idr/c10/sof/vil)

Tinggalkan Balasan