Cari Para Siswa Daerah dengan Latar Strata Ekonomi Bawah

Satu dekade sudah Frans Thamura mencetak pengusaha-pengusaha muda berbasis teknologi informasi dengan tujuan Indonesia jadi pemain global. Alumni yang sukses diwajibkan gantian mengentas anak-anak peserta program berikutnya
DIAN WAHYUDI, Jakarta

KEMARAHAN sang ayah tak terbendung. Bukan hanya umpatan, tangan juga melayang. Wajah Frans Thamura pun langsung lebam. Namun, Frans memilih pasrah. Sama sekali tak melawan. Dia menerimanya sebagai konsekuensi kelalaian. Juga, demi kecintaannya kepada komputer yang kini, puluhan tahun setelah insiden semasa dia duduk di kelas I SMA itu, menjadi jalan hidupnya.

”Ya itulah, karena belajar komputer, sampai pernah bengkak muka ini,” kenang Frans saat ditemui Jawa Pos (grup Bandung Ekspres) di mes Meruvian Center di bilangan kompleks Perumahan Gading Mas, Jakarta Utara, Senin dua pekan lalu.

Ketika itu sang ayah murka karena Frans yang diminta membeli makanan tak langsung membeli dan pulang segera. Dia malah memilih mampir sebentar ke tempat rental komputer. Saat itu dia memang sedang gandrung-gandrungnya belajar perangkat elektronik yang menjadi salah satu simbol kemajuan peradaban tersebut. Frans memang baru saja mengikuti kursus singkat bahasa pemrograman BASIC (beginners all-purpose symbolic instruction code). Sebuah bahasa pengodean dasar untuk membangun perangkat lunak sendiri di komputer.

Namun, pengorbanan muka bengkak itu, selain juga tentu kerja kerasnya, tak sia-sia. Frans kini dikenal berkat kepeduliannya kepada sesama melalui keterampilan di bidang information technology (IT).

Meruvian adalah lembaga yang didirikan Frans pada 28 Maret 2006. Bentuknya yayasan. Program utamanya j-technopreneur. Yaitu, menghasilkan pengusaha-pengusaha muda berbasis kemampuan dan pengetahuan Java. Java merupakan bahasa pemrograman berorientasi objek yang dapat membuat berbagai bentuk aplikasi, desktop, web, mobile, dan lainnya.

Pembentukan dilandasi sebuah mimpi besar: Indonesia bisa menjadi global player. ”Anak-anak ini sudah jauh lebih enak ketimbang saya dulu. Mereka tinggal belajar tekun saja. Saya sekarang kan paling cuma mengomel kalau ada yang tidak sungguh-sungguh ngerjain tugas,” ujar pria kelahiran Sukabumi, 23 Oktober 1975, itu sambil mencolek salah seorang anak didiknya.

Saat Jawa Pos berkunjung, belasan remaja laki-laki usia anak SMA dan kuliahan terlihat serius menghadap laptop masing-masing. Mes yang menempati bangunan rumah dua lantai itu kini memang sekaligus dijadikan tempat workshop untuk sementara. Sebab, ruko yang biasa ditempati sedang direnovasi.

Tinggalkan Balasan